BERITA #KONVENSI CALON PRESIDEN PARTAI DEMOKRAT



Marzuki Alie: Mahasiswa Harus Bertanggungjawab







Ketua DPR Marzuki Alie hadir dalam acara Seminar Nasional dari rangkaian acara Indonesia FISIP Summit 2013 dengan tema “Reaktualisasi dan Kontribusi Mahasiswa dalam Merespon Tahun Politik 2014”, selasa 26 November 2013.

"Dari tema ini, sesungguhnya pertanyaan besarnya adalah: sejatinya politik itu apa, dan apa yang dapat diperbuat oleh politik untuk memperbaiki taraf hidup bangsa kita?  Apa yang dapat dilakukan mahasiswa disitu?" kata ketua DPR. Ia melanjutkan , Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), tentu memiliki cara pandang yang berbeda dibanding dengan pandangan masyarakat yang cenderung tidak menyukai politik, akibat “salah faham” dengan “tabiat politik” yang cenderung “korup”.

Politik memang memiliki definisi yang amat beragam. Namun, Politik pada kesimpulannya adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan, yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan didalam sebuah komunitas masyarakat dalam sebuah negara. Karena politik adalah proses, maka proses ini pun memiliki beragam pilihan, apakah dengan demokrasi atau tanpa demokrasi. Indonesia telah memilih menjadi negara demokrasi, paling tidak sejak era reformasi yang diinisiasi oleh para mahasiswa pada tahun 1998. Dengan demikian, dengan segala potensi dan resikonya, demokrasi seharusnya mampu mengantarkan bangsa Indonesia kearah yang lebih baik. Jika sampai saat ini negara ini belum baik, mahasiswa harus ikut bertanggungjawab terhadap pilihannya itu.

Demokrasi memang bukan yang terbaik, namun sampai saat ini belum ada yang lebih baik dari demokrasi.  Dalam teori politik, sistem demokrasi sebenarnya adalah sistem politik yang cukup beresiko. Sederhananya, jika politik monarkhi adalah satu orang saja yang (ingin) berkuasa dan yang lain mau dikuasai, politik olygarkhi adalah sekelompok orang berkuasa dan kelompok yang lain masih mau dikuasai, tapi politik demokrasi adalah semua orang berkuasa tanpa ada yang mau dikuasai.
 
Sehingga dengan demikian, ketika demokrasi menghendaki semua orang (semua rakyat) berkuasa, maka demokrasi harus dijalankan dengan mekanisme dan tahapan yang urut tanpa saling melompati. Pertama, masyarakat harus benar-benar paham terhadap substansi demokrasi. Pemahaman ini hanya didapatkan melalui pendidikan politik yang benar. Pendidikan politik ini harus dioptimalkan oleh semua pihak, dan terutama yang bekewajiban adalah Partai Politik. Kedua, kesepakatan terhadap prosedur demokrasi. Prosedur demokrasi harus dilalui dengan transparan dan akuntabel, sebab legitimasi politik sangat-sangat ditentukan oleh pelaksanaannya yang fair, jujur dan disepakati oleh semua pihak. Ketiga, pengakuan dan  kepatuhan terhadap produk demokrasi yang telah dilalui bersama, sehingga belangsung penghormatan terhadap kebebasan untuk menentukan pilihan politik, sebagai wujud dari penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Tiga tahap inilah yang minimal harus dilalui oleh bangsa yang telah memilih demokrasi sebagai sistem politik di negaranya. Demokrasi adalah pilihan politik yang tidak sederhana, sehingga harus dikawal dan benar-benar diterjemahkan kepada hasilnya, yaitu peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakatnya.

Pengejawantahan dari tanggungjawab terhadap kondisi politik dan demkrasi di negara kita, harus diawali dari gerakan keteladanan kaum muda dalam menyalurkan hak-hak politiknya. Efektivitas gerakan keteladanan pemuda pun lebih jauh dapat dilakukan dengan turut serta membangun dan mengembangkan hak-hak politiknya termasuk bergabung dalam organisasi sosial maupun politik yang menjadi pilar utama demokrasi. Melalui organisasi sosial dan politik, pemuda dapat mewujudkan harapan perbaikan bangsa dengan memberikan solusi secara langsung serta bergerak terjun ke masyarakat menjadi aktor perubahan.

Gerakan keteladanan lainnya dapat dilakukan dengan berbagai hal yang bermuara pada kepastian bahwa proses politik di negeri ini berjalan dengan baik dalam nuansa negara yang demokratis. Hal tersebut antara lain: Pertama, mengawal transisi kepemimpinan baik daerah maupun nasional ke arah yang substantif, yaitu terwujudnya pemilu maupun pemilukada yang bersih dan terhindar dari berbagai kecurangan-kecurangan seperti black campaign, money politic, dsb. Untuk mengawal proses tersebut, pemuda dapat berkontribusi sebagai penyelenggara, peserta atau pengawas keberlangsungan pemilu dan pemilukada.

Kedua, menjadi garda terdepan dalam gerakan politik santun, penjaga moral dan etika politik dalam setiap proses demokrasi sehingga terhindar dari praktik politik kotor, menghalalkan segala cara dan menggunakan kekerasan atau premanisme politik. Ketiga, Tidak terjebak dalam pragmatisme politik, menghormati hak dan kewajiban orang lain serta menghargai perbedaan di masyarakat.

Keempat, melakukan pendekatan persuasif dengan tidak mengekslusifkan diri serta bergabung dalam berbagai aktivitas kemasyarakatan, sehingga timbul kedekatan dan kepercayaan dari masyarakat. Hal tersebut tentunya akan menjadi modal awal dalam memberikan pencerdasan kepada masyarakat, sehingga gerakan keteladanan berpolitik dapat lebih mudah diterapkan.

Sebagai penutup, kutipan John F. Kenedy menjadi sebuah renungan bagi kaum muda dalam bergerak dan berjuang memberikan kontribusi terbaik bagi bangsa Indonesia. “Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negaramu”.

Kutipan tersebut hendaknya menjadi mindset pemuda Indonesia untuk terus memberikan bhaktinya kepada bangsa sehingga di masa depan negara Indonesia lebih baik dan bermartabat berkat kontribusi nyata para pemuda.
 



BERITA #KONVENSI CALON PRESIDEN PARTAI DEMOKRAT

Pointers Irman Gusman Saat Berikan Keynote Speech di Unpad 

 





ASSALAMUALAIKUM WR.WB.
SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEMUA,

1. Puji syukur tak terhingga kita panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas segala cinta dan kasih sayangnya untuk kita semua sehingga kita bisa hadir dalam pertemuan ini. Terima kasih dan apresiasi kepada Panitia atas undangan dan kesempatan berbagi dalam acara ini.
2. Betapa bangga dan bahagianya saya hari ini dapat berjumpa dan berdiskusi dengan para mahasiswa Universitas Padjajaran yang kita tahu merupakan salah satu universitas negeri terkemuka di Indonesia. 
3. Saya telah mengunjungi banyak universitas di Indonesia (UI, UGM, ITB, Universitas Brawijaya, Universitas Syah Kuala Banda Aceh, Universitas Pattimura Ambon, Universitas Hasanuddin Makassar, Universitas Samratulangi Manado) termasuk di UNPAD ini. Dan saya selalu bahagia jika bertemu dengan mahasiswa karena menurut saya inilah kelompok sosial yang punya tradisi intelektualitas sekaligus idealisme yang tinggi. 
4. Mahasiswa dan perguruan tinggi akan selalu menjadi centre of excellence sekaligus source of moral value bagi dinamika sosial politik bangsa. saya berharap dua hal itu terus ditingkatkan agar kita tidak kehilangan semangat pembaharuan yang sangat kita butuhkan dalam menghadapi tantangan zaman yang tidak mudah seperti saat ini.
5. Saudara-saudara yang berbahagia,
6. Tema yang diusung, yaitu “MENCARI KEPEMIMPINAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF DAERAH adalah tema yang sangat relevan bagi Bangsa Indonesia yang tengah memasuki tahap penting dari perjalanannya dalam membangun diri menuju kemajuan berdasarkan sistem demokrasi. 
7. Indonesia adalah negara multikulural yang terdiri dari berbagai suku bangsa, budaya dan agama. Untuk itulah kita tidak boleh menimbang segala hal dengan meninggalkan perspektif daerah. Fakta historis yang tak terbantahkan adalah bahwa negara bangsa ini dibentuk oleh semangat kesatuan yang datang dari daerah. Kita menjadi miracle nation karena seluruh daerah di Indonesia menyatukan tekad untuk menjadi satu bangsa demi mencapai kesejahteraan dan kemajuan bersama.
8. Reformasi yang menjadi awal demokratisasi mengembalikan ruh desentralisasi yang sekian lama tersingkir oleh paradigma sentralisasi yang kuat. Dalam rangka itu, setelah 15 tahun menerapkan demokrasi dan desentralisasi kita tentu harus melakukan introspeksi dan evaluasi secara mendalam mengenai hasil dan pencapaian kita selama itu.
9. Demokrasi adalah Sebagai sebuah sistem universal, demokrasi yang dinilai sebagai sistem yang cocok dengan kultur dan kenyataan keragaman bangsa Indonesia dengan beberapa alasan: Pertama, menjamin hak asasi manusia; Kedua, persamaan kedudukan di depan hukum; Ketiga, kebebasan menyatakan pendapat dan berserikat; Keempat, kebebasan pers; dan Kelima, keterbukaan pada akses ekonomi bagi semua kelompok masyarakat demi kesejahteraan bersama.
10. Peristiwa reformasi ‘98 menjadi momentum penting juga bagi daerah dimana untuk pertama kali dalam sejarah bangsa Indonesia, otonomi daerah diberlakukan dengan memberikan hak otonom kepada daerah untuk mengelola pemerintahannya sendiri melalui desentralisasi kewenangan. Kewenangan yang dulunya sentralistik di pusat diberikan hak otonomnya kepada daerah, baik itu menyangkut hak pengelolaan sumber daya alam, sumber daya ekonomi, pemilihan kepala daerah, maupun dalam perimbangan keuangan pusat dan daerah. 
11. Dalam konteks tersebut, kelahiran Dewan Perwakilan Daerah sebagai konsensus politik nasional adalah bertujuan untuk meneguhkan otonomi dan desentralisasi dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dimana DPD RI menjadi perwakilan langsung daerah di tingkat nasional. Karena itu, DPD RI tidak hanya mewakili wilayah, tetapi juga mewakili keragaman kultur, agama, etnis, dan suku dari berbagai daerah yang ada. 
12. Jawaban yang bisa kita hadirkan setelah 15 tahun perjalanan demokrasi, sesungguhnya demokrasi yang kita jalankan sekarang masih berkutat pada demokrasi yang prosedural, bukan demokrasi yang substantif. 
13. Menurut Global Democracy Index 2013 yang baru saja dirilis oleh Majalah Economist, dari 167 negara yang disurvei, ranking kualitas demokrasi Indonesia berada di peringkat 53 dengan kategori Flawed Democracy.  Memang ranking ini naik dari 67 pada tahun 2012. Namun secara kualitas, demokrasi Indonesia masih dinilai “cacat” karena prakteknya belum full democracy. Indeks tersebut dibawah Australia (6), Inggris (16), Korea Selatan (20), Jepang (223),  Israel (37), India (38), Timur Leste (43), dan Brazil (44). 
14. Kenapa kualitas demokrasi kita masih rendah? Ternyata permasalahan tersebut ada pada lemahnya kualitas lima alat ukur utama, yakni Pemilihan umum (baik pemilihan umum presiden, legislatif, maupun kepala daerah) dan Pluralisme, Kebebasan Sipil, Fungsi Pemerintahan (birokrasi), Partisipasi Politik, dan Budaya Politik. Rendahnya kualitas lima variabel ini menyebabkan kualitas penyelenggaraan demokrasi masih jauh dari harapan reformasi 1998.  
15. Pertanyaan penting lain untuk kita bahas sebagai materi refleksi perjalanan 15 tahun demokratisasi adalah apakah demokrasi tercermin juga dalam kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, kemajuan, keadilan, maupun kemakmuran? 
16. Sebagai negara yang telah memilih jalan demokrasi, tentu saja harapan besar seluruh rakyat adalah demokrasi membawa perubahan bagi peningkatan kemandirian,  kemajuan, keadilan, dan kemakmuran. Harapan tersebut wajar karena demokrasi adalah media untuk melakukan perubahan-perubahan signifikan yang lebih baik. 
17. Namun sayangnya, substansi demokrasi belum sepenuhnya tercermin dalam kemandirian, kemajuan, keadilan, dan kemakmuran. Kenapa saya katakan demikian? Karena sesungguhnya kita belum menjadi bangsa yang mandiri yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian secara kebudayaan. Dimana kita harus sanggup mencukupi semua kebutuhan dalam negeri, tidak bergantung pada bantuan asing, mandiri dalam bidang pangan, energi, dan pengelolaan sumber daya alam, serta memiliki ketahanan nasional dan daya saing untuk berkompetisi di era globalisasi. 
18. Kenyataan yang kita hadapi sekarang justru masih sama seperti ungkapan Bung Karno yang menulis di Harian Suluh Indonesia pada tahun 1930 tentang ciri-ciri ekonomi negeri jajahan. Pertama, negeri tersebut dijadikan sebagai sumber bahan baku murah oleh negara-negara industri dan kapitalis yang menjajahnya; kedua, dijadikan sebagai pasar untuk menjual produk-produk hasil industri negara penjajah; dan, ketiga, negeri jajahan dijadikan tempat memutarkan kelebihan kapital mereka demi mendapatkan rente.
19. Sepertinya, ungkapan Bung Karno 90 tahun yang lalu itu setelah 68 tahun negara kita merdeka, telah menggambarkan sebuah paradoks. Kita semua tentu tahu, sampai kini kekayaan alam kita masih dijual murah kepada bangsa asing, bahan baku dan bahan mentah yang dihasilkan bumi Indonesia juga masih terus mengalir ke luar negeri untuk memasok kebutuhan industri negara lain yang lebih maju.
20. Sebaliknya, bangsa kita hingga kini masih dikenal sebagai konsumen terbesar produk-produk industri, elektronik, dan barang teknologi dari negara-negara industri di luar sana. Negara kita adalah konsumen handphone terbesar ketiga, dan salah satu pasar mobil dan sepeda motor terbesar di dunia. Dan barang-barang itu dihasilkan oleh industri di luar negeri.
21. Lalu, lebih 50 persen perbankan di negara kita  dikuasai oleh pemodal asing, karena Indonesia masih dianggap sebagai tujuan investasi uang terbaik di dunia karena tingkat suku bunga bank yang jauh lebih tinggi dibanding negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, Eropa, Singapura, bahkan di atas Malaysia dan Thailand. Tegasnya, dengan memutarkan kelebihan kapital mereka di negara kita, pemilik modal dari luar negeri mendapatkan keuntungan yang sangat besar.
22. Artinya, kita sejatinya belum menjadi negara yang seutuhnya mandiri dalam mengelola semua sumber daya alam dan sumber daya ekonomi yang kita miliki.  Demokratisasi yang kita lakukan masih sebatas demokratisasi di bidang politik, belum demokratisasi di bidang ekonomi. 
CIVITAS AKADEMIKA YANG TERHORMAT, 
23. Kita juga belum mencapai tarap yang optimal sebagai negara yang maju dalam peringkat daya saing, kehidupan toleransi, dan pembangunan sosial. Memang kita akui bahwa setelah era demokratisasi, terjadi peningkatan pada variabel-variabel tersebut, namun belum mencapai tingkat yang maksimal. 
24. Human Development Index 2013 yang dikeluarkan UNDP untuk  mengukur tingkat kualitas kehidupan suatu negara dari sisi pendidikan, kesehatan, maupun angka harapan hidup, dari 167 negara, Indonesia berada pada ranking 121. Memang ranking ini mengalami peningkatan dari tahun 2012 yang berada di ranking 124.  
25. Namun jika dibandingkan dengan kelompok G-20, Indonesia berada di bawah: Australia (peringkat 2), Amerika (3), Jerman (5), Jepang (10), Kanada (11), Inggris (26), dan Perancis (20). Sama juga dengan kelompok negara-negara BRIC, Indonesia berada di bawah Rusia (55), Brasil (85), China (101), hanya lebih baik dari India (136). 
26. Juga di kelompok negara ASEAN, peringkat daya saing sumber daya manusia, Indonesia berada di bawah Singapura (18), Brunei Darussalam (30), Malaysia (64), Thailand (103), dan Filipina (114).
27. Ini artinya peningkatan daya saing di bidang sumber daya manusia belum mencapai tahap yang maksimal. Karena itu, perlu dilakukan pembenahan yang intensif pada bidang pendidikan dan kesehatan agar kualitas sumber daya manusia Indonesia bisa lebih berbobot. Baik itu menyangkut kebijakan kurikulum pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan, maupun jaminan kesehatan agar derajat kesehatan masyarakat semakin meningkat. 
28. Selain daya saing di bidang sumber daya manusia, Peringkat Indonesia dalam Global Competitiveness Report 2012-2013 yang mengukur daya saing global mengalami penurunan dari  peringkat 46 di tahun 2011/2012 turun ke peringkat 50 di tahun 2012/2013. 
29. Diantara negara-negara ASEAN, negara yang tertinggi peringkat daya saing tahun 2012 adalah Singapura (5) kemudian Malaysia (ke 25), disusul Brunei Darussalam (28), Thailand (38). 
30. Turunnya peringkat Indonesia dipengaruhi oleh kinerja beberapa indikator yang melemah, terutama yang terkait  dengan variabel “institusi”, yakni suap, korupsi, etika perilaku perusahaan, kejahatan, dan terorisme. Selain itu, infrastruktur juga masih belum menunjukkan perbaikan yang berarti.
31. Belum berhasilnya demokrasi juga diikuti oleh belum berhasilnya desentralisasi. Otonomi daerah masih sebatas desentralisasi politik dan pemerintahan, belum diikuti oleh desentralisasi ekonomi. akibatnya sistem ekonomi nasional belum banyak berubah dari zaman Orde Baru. 
32. Sistem ekonomi yang masih tersentralisasi ini membuat belum bisa menyelesaikan ketimpangan antara pusat dan daerah, antara Jawa dan luar jawa, antara kota dan desa serta antara daratan dan lautan. Wajah Indonesia dalam pembangunan ini belum kita lihat sebagai wajah Aceh, Papua, Nusa Tenggara Timur dan lain-lain, tetapi masih merupakan wajah Jakarta dan Indonesia Barat.
33. Selain ketimpangan, desentralisasi yang belum terkelola dengan baik membuat kita tidak mampu menciptakan eprtumbuhan yang lebih tinggi. seharusnya dengan pemerataan pembangunan kia mampu mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 9% per tahun, namun sekarang kita hanya bisa mencapai 5-6%.
34. Dengan pembangunan yang masih tersentralisasi tingkat kesinambungan (sustainable) dan tingkat pemerataan kesejahteraan kita rendah. Kita masih mengandalkan ekonomi di sektor primer yang rentan pada perusakan alam. Hasilnyapun hanya dinikmati oleh sedikit orang dan menyisakan berbagai maslaah bagi golongan yang lebih besar. Hal ini nampak dari koefisien index gini Indonesia yang telah mencapai 0,43. Indonesia juga dikenal seagai negara dengan tingkat pertumbuhan kelas kaya dan menengah yang termasuk tercpat di Asia namun pada saat yang sama tingkat kemiskinan absolut Indonesia juga masih menunjukkan angka yang signifikan.
Saudara-saudara yang berbahagia,
35. Itulah kondisi riil yang kita hadapi saat ini. Tentu kita, apalagi generasi muda tidak boleh melihatnya dalam kacamata negatif. kita harus berani melihatnya secara positif dengan menganggap segala macam kekurangan itu sebagai tantangan sekaligus peluang untuk melakukan perjuangan yang lebih keras. 
36. Kerja yang lebih keras karena sesungguhnya masa depan kita sangat cemerlang. Berdasarkan berbagai macam prediksi, Indonesia selalu dimasukkan sebagai negara yang sangat berprospek untuk menjadi negara maju. Menurut Gobal Mc Kinsey, kekuatan ekonomi Indonesia akan terus bertumbuh dan akan mengalahkan Jerman dan Inggris pada tahun 2030. Pada tahun 2050, dengan memegang share lebih dari 50%, kita bersama negara-negara BRICs akan menjadi motor kekuatan ekonomi dunia. Pendapatan per kapita kitapun akan semakin besar hingga menjadi US$ 15.000 pada tahun 2025 dan diperkirakan menjadi US$ 24.000 pad tahun 2050. 
37. Bukan hanya di bidang ekonomi, Indonesia juga akan menjadi penting dalam pergaulan dunia baik di aspek sosial, politik dan budaya. Indonesia adalah negara Muslim moderat terbesar di dunia yang sekaligus menjadikan demokrasi sebagai ssitem pemerintahan. Indonesia akan menjadi rule model bagi negara lain dalam menjembatani dialog antara demokrasi dan Islam, antara Barat dan Timur dan Antara Negara Maju dan Berkembang. Peranan ini akan mengantarkan Indonesia sebagai kekuatan penyeimbang sekaligus mediator yang sangat menentukan perdamaian regional maupun perdamaian dunia.
38. Dalam bidang sosial budaya, kita juga punya keunggulan luar biasa. Indonesia adalah Miracle Nation yang terdiri dari begitu banyak ragam etnis, agama dan budaya. Di Bidang ekonomi dan politik mungkin saat ini kita masih menjadi negara berkembang, tapi di bidang budaya kita adalah negara adikuasa. Kita memiliki begitu banyak kearifan lokal dan seni budaya yang sangat luhur yang jika dikembangkan akan menjadi dasar bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa. 
39. Memang terjadi kontradiksi antara prediksi tentang kemajuan Indonesia dengan kenyataan yang kita hadapi saat ini, namun itu bukan alasan kita untuk pesimis apalgi skeptis. Kita adalah kelompok kelas yang terdidik yang harus mampu menjadi motor bagi revitalisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada bangsa yang langsung maju, tidak ada juga bangsa yang terbelakang. 
“There’s no underdeveloped countries but undermanaged countries”
40. Salah satu kunci utama untuk menciptakan manajemen negara yang baik adalah membangun kualitas demokrasi dan menemukan pemimpin yang tepat bagi bangsa Indonesia. Dalam kacamata itulah Pemilu 2014 mempunyi nilai strategis. Jika kita mampu menciptakan pemilu yang dilandasi rasionalitas yang tinggi, kita akan mampu meletakkan dasar bagi terciptanya pemerintahan yang berkualitas yang dipimpin oleh pemimpin yang tepat.
41. Pemimpin yang tepat bagi Indonesia itu haruslah memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut: visioner, track record yang bagus, problem solver, leadership yang teruji secara nasional, mampu berdiri di atas kepentingan semua pihak dan konsisten dalam pendiriannya.
42. Itulah tipe pemimpin yang juga menjadi jawaban atas kebutuhan daerah untuk membangun. Visi yang luas dan jauh yang dijalankan dengan memberdayakan seluruh elemen bangsa di daerah dari seorang pemimpin akan mengembalikan esensi dari demokrasi, desentralisasi dan persatuan nasional yang sebenarnya. pola kepemimpinan yang demikian akan menjadi panduan dan rujukan bagi penyelesaian masalah-masalah daerah berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam, hubungan pusat daerah dan peningkatan kualitas pembangunan sosial.
43. Kita tidak boleh lagi terjebak pada pola lama yaitu memilih pemimpin tanpa tahu apa sebenarnya yang dibutuhkan dan menjadi karakter bangsa ini. kita harus memunculkan pemimpin yang tidak mempertentangkan konsep kesatuan bangsa dengan pemberdayaan daerah. Indonesia bukan hanya Jawa atau bahkan Jabodetabek saja. Kita harus bisa memunculkan kemajuan Indonesia di Aceh, di Lampung di Nusa Tenggara, di Maluku, di Papua dan seluruh daerah di Indonesia.
44. Itulah sebabnya kita harus keluar dari jebakan emosionalitas dalam demokrasi menuju rasionalitas yang substantif dalam demokrasi. Emosi sentimental biasanya dibangun oleh pembentukan dan framing di ruang publik oleh berbagai jenis media dan bukan oleh penilaian obyektif terhadap calon-calon pemimpin di lembaga eksekutif dan legislatif. Irasionalitas juga muncul oleh jebakan lingkaran money politics yang terbukti mengkorupsi demokrasi, politik, hukum dan pemerintahan. Oleh karena itu harus ada upaya yang terstruktur dan sistematis untuk memunculkan rasionalitas tersebut. 
45. Perguruan tinggi sebenarnya mempunya peran sentral dalam upaya ini. Selain sebagai centre of excellence untuk menemukan solusi dari masalah-masalah bangsa, Perguruan Tinggi juga harus mampu terjun langsung menjadi motor penggerak perubahan. Dalam kaitan ini ini, perguruan tinggi harus mau menjadi pendidik politik bagi seluruh warga negara sehingga nilai-nilai rasionalitas dalam berdemokrasi tersebar.
46. Sejarah telah pula membuktikan bahwa kelompok mahasiswa dan perguruan tinggi yang punya modal intelektual dan modal idealisme selalu menjadi kartu truff  bagi perjuangan rakyat menuju ke arah yang lebih baik. Hal ini telah dilakukan sejak angkatan 1908, angkatan 1928, angkatan 1945, angkatan 1966 dan angkatan 1998. Inilah saatnya kita semua kembali terjun dalam kancah pergerakan itu. Meskipun tak sehiruk pikuk pada masa perjuangan dan masa reformasi, momentum pemilu yang akan kita hadapi tahun depan tidak kalah krusialnya dari momen-momen sebelumnya.
47. Saya mengajak anda semua untuk mengawal Pemilu 2014 ini bukan hanya sebagai pemilih tetapi juga pengawas serta korektor terhadap proses yang amat sangat penting bagi Bangsa Indonesia ini. Masa depan bukan milik kami, orang-orang tua, tetapi milik anda semua. Oleh karena itu, jika anda tak berbuat sesuatu hari ini, maka pada saatnya anda tidak akan mendapatkan hasil seperti yang anda inginkan. Berbuatlah sebaik mungkin, hindari apatisme, mari peduli, mari bekerja sebagai sebuah keluarga besar Bangsa Indonesia. Ayo mahasiswa Indonesia, buktikan sekali lagi kerja anda. Buktikan bahwa kita bukan Cuma bisa kritis, tetapi juga bisa bekerja secara nyata.
Demikian yang bisa saya sampaikan pada kesempatan ini. Semoga Tuhan YME membimbing kita semua.
Wassalamualaikum wr.wb.

Ketua DPD RI
Irman Gusman


 

BERITA #KONVENSI CALON PRESIDEN PARTAI DEMOKRAT

Dahlan dan Gita Yakin Konvensi Diminati Rakyat

 






TEMPO.CO, Jakarta - Peserta konvensi seleksi calon presiden Partai Demokrat, yakni Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan dan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan merasa optimistis penyaringan kandidat calon presiden itu masih diminati oleh rakyat. Dahlan mengatakan dirinya sudah berkeliling ke seluruh Indonesia, dan masyarakat antusias dengan konvensi Demokrat.

"Mungkin karena kurang diberitakan pada masyarakat saja," kata Dahlan ketika ditemui di Universitas Indonesia, Rabu, 27 November 2013. Dia mengatakan, elektabilitas Demokrat masih tinggi ketika melihat ke daerah-daerah.

Menurut Dahlan, untuk menarik simpati masyarakat, dirinya akan menunjukkan prestasi kerja. Dahlan menyerahkan sepenuhnya hasil konvensi kepada rakyat. Bila tak terpilih, dia juga tak kecewa.

Senada dengan Dahlan, Gita juga optimistis dengan konvensi. Melempem atau tidaknya konvensi, menurut dia, bergantung pada siapa yang melihat. Menurut dia, masih ada waktu agar konvensi dicermati oleh rakyat. "Masih terlalu dini untuk menilai berhasil atau tidak konvensi ini," kata Gita.

Sebelumnya, sejumlah peneliti mengamati bahwa konvensi ini belum bisa mengangkat elektabilitas Demokrat. Sosok 11 tokoh yang terjaring dalam konvensi masih di bawah kandidat calon partai lain. Sebelas tokoh itu, selain Gita dan Dahlan, di antaranya Rektor Universitas Paramadina Anis Baswedan dan mantan Kepala Staf TNI AD Pramono Edhie Wibowo.



 

 


 


 


BERITA #KONVENSI CALON PRESIDEN PARTAI DEMOKRAT

Anies Kritik Capres yang Cuma Andalkan Popularitas

 





TEMPO.CO, Purwokerto - Salah satu peserta konvensi calon presiden dari Partai Demokrat, Anies Baswedan, mengkritik mekanisme pencalonan dari partai politik yang hanya mengandalkan popularitas. Menurut dia, rakyat butuh presiden yang mempunyai kompetensi agar bisa menyelesaikan masalah di negeri ini.

"Partai politik masih mengandalkan popularitas dibanding kompetensi," kata Anies seusai mengisi "Seminar Nasional Sumber Daya Pedesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan" di Gedung Sumardjito Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Ia mengatakan, rakyat selama ini tidak diberi banyak pilihan dengan calon presiden yang kompeten. Terpilihnya Jokowi pada Pilkada Jakarta, Risma di Surabaya, serta Ridwan Kamil di Bandung merupakan bukti rakyat memilih orang berkompeten dibanding yang populer.

Jokowi, kata dia, dalam empat bulan sebelum Pilkada Jakarta, popularitasnya tidak sebagus Fauzi Bowo. Namun, Jokowi bisa menang karena rakyat ingin pemimpin yang mempunyai kompetensi untuk memimpin Jakarta.

Dia juga mencontohkan fenomena lain di daerah. Dalam konteks calon bupati, misalnya, ada yang berusaha berebut pengaruh dalam partai agar dicalonkan dari partai. Kondisi ini, menurut dia, tidak sesuai dengan iklim demokrasi yang sebaiknya menyerahkannya melalui rakyat.

"Kalau dengan konvensi kan mendadak dibalik, sekian bulan para calon diproses kemudian dinilai rakyat melalui kompetensinya. Setelah itu diserahkan kepada rakyat pemilihnya, dan ini merupakan tradisi yang baik ke depannya. Sehingga, dalam konteks hari ini, partai harus mulai bergeser orientasinya dalam memilih calon presiden, dari popularitas menjadi kompetensi," katanya.

Menurut dia, capres sebaiknya memang yang terseleksi secara kompetensi. Bukan karena pilihan elite partai yang hanya mengandalkan popularitas calon. Ia menambahkan, peluangnya untuk memenangi konvensi sejauh ini sudah baik. Soal popularitas, kata dia, bisa digenjot mendekati pemilihan umum. "Posisi saya masih aman," katanya.

 

BERITA #KONVENSI CALON PRESIDEN PARTAI DEMOKRAT

Peserta Konvensi Demokrat Ini Terus Berkeliling

 





TEMPO.CO, Semarang - Salah satu peserta konvensi calon Presiden RI di Partai Demokrat, Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto, mengatakan dirinya belum mengeluarkan banyak uang untuk menyukseskan pencalonannya. Tapi, bekas Panglima TNI itu mengaku sudah berkeliling Indonesia untuk mensosialisasikan pencalonannya.

"Saya keliling Indonesia enggak berbiaya mahal. Biaya paling hanya tiket pesawat. Saya pake (maskapai penerbangan) Lion Air, kan murah. Walaupun (penerbangannya) di-cancel-cancel," kata Endriartono Sutarto di Semarang, Jawa Tengah.

Endriartono enggan menyebutkan berapa dana yang disiapkan maupun yang sudah dikeluarkan untuk keperluan pencalonannya dalam konvensi yang digelar Partai Demokrat. "Saya enggak tahu persis karena diurus tim, saya tinggal jalan saja," kata dia.

Endriartono mengakui popularitasnya dibanding calon lain masih kalah. Apalagi karena dia sudah pensiun menjadi panglima pada 2006 lalu.

"Saya turun (sebagai Panglima TNI) tujuh tahun lalu sehingga banyak generasi muda yang sudah tak mengenal saya," kata dia. Atas dasar itu, dia pun merasa harus bekerja keras. Dalam beberapa kali keliling, Endriartono selalu berkoordinasi dengan pengurus cabang Partai Demokrat. Hal ini seperti saat sosialisasi di Nias. Saat itu, DPC Partai Demokrat Nias memfasilitasi kegiatan Endriartono bersama masyarakat.

Endriartono mengakui hingga kini gaung pelaksanaan konvensi di Partai Golkar masih kurang gereget. Sebab, tahapannya baru mempersilakan semua peserta konvensi melakukan sosialisasi ke masyarakat dengan caranya sendiri-sendiri. Dalam waktu dekat, kata dia, Komite Konvensi Partai Demokrat juga akan mengkoordinasi kegiatan para calon secara bersama-sama.

Meski tak begitu diperhitungkan, Endriartono masih tetap optimistis bersaing dengan peserta konvensi yang lain. "Saya siap menang dan siap kalah, tapi tak boleh pesimistis. Enggak boleh berhenti," kata dia.

Dalam konvensi, di Partai Demokrat ada 11 peserta yang akan dijaring menjadi calon presiden. Sebelas peserta itu adalah Ali Masykur Musa, Marzuki Alie, Pramono Edhie Wibowo, Irman Gusman, Hayono Isman, dan Anies Rasyid Baswedan. Selanjutnya, ada Sinyo Harry Sarundajang, Endriartono Sutarto, Gita Wirjawan, Dino Patti Djalal, dan Dahlan Iskan.

 

BERITA #KONVENSI CALON PRESIDEN PARTAI DEMOKRAT

Ali Masykur Musa: Pemilih Harus Jeli Pilih Pemimpin

 





Medan – Indonesia memiliki segudang masalah hukum, ekonomi. Kedepan Indonensia memerlukan sosok pemimpin yang negarawan, pluralis, dan berani mengambil resiko. Pemimpin masa depan diharapkan mampu fokus pada tugasnya melayani kepentingan rakyat, bukan yang lain.

Demikian disampaikan Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Ali Masykur Musa dalam dialog Kebangsaan bertema “Dari Kampus Mencari Pemimpin Bangsa” di Universitas Sumatera Utara (USU).

Ali Masykur Musa menegaskan, syarat utama untuk menjadi pemimpin adalah perpaduan aspek kapasitas dan integritas, bukan semata populer atau pintar dan bergelar panjang.

“Pemimpin kedepan adalah seorang negarawan. Dia yang mampu menjadi role model bagi masyarakat melalui kredibilitas dan integritas yang ia bangun. Wawasan kebangsaan dan komitmen multikulturalisme yang tinggi adalah salah satu poin penting,” tegas Cak Ali, panggilan akrabnya seperti ditertulis dalam siaran persnya yang diterima redaksi PenaOne.com.

Cak Ali meyakini, seorang pemimpin yang mampu merangkul semua golongan akan bertindak adil dalam menyebarluaskan pemerataan pembangunan dan mampu memberikan  fasilitas/kemudahan untuk seluruh rakyat tanpa pandang golongan.

“Tantangan Indonesia kedepan bukan hanya meningkatkan pendapatan Negara, tetapi secara adil mampu meratakan pembangunan,” jelas Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ini.

Untuk itu, Cak Ali menghimbau kepada masyarakat yang sudah menjadi pemilih dalam Pemilu 2014, terutama kaum muda, untuk lebih jeli dalam mengenal figur pemimpinnya.

“Kita harus mencari pemimpin yang peduli dengan budaya dan martabat bangsa Indonesia. Kuncinya adalah pemimpin pluralis yang mampu menyajikan keadilan dan kemakmuran,” tandas Calon Presiden Konvensi Partai Demokrat ini.


Sumber : PenaOne

 

BERITA #KONVENSI CALON PRESIDEN PARTAI DEMOKRAT





Keluhan dan pesimisme adalah kewajaran pada hari ini. Begitu Indonesia menjadi topik pembicaraan, maka lebih sering Indonesia dipandang dari sisi negatif. Indonesia penuh dengan kegagalan, deretan kesemrawutan, dan kekurangan yang tanpa habis.

Lihat deretan seminar dan diskusi, baik di hotel berbintang maupun di kampus-kampus, atau obrolan rakyat di ruang keluarga hingga dengan obrolan di warung kopi. Lihat berita di televisi, di sana padat dengan kabar buruk. 

Tanpa sadar kita lebih sering dan lebih suka membicarakan Indonesia dengan pandangan negatif.

Mengapa kita lebih suka memfokuskan pada kegagalan sambil mengabaikan kemajuan?
Bangsa kita memiliki stok masalah yang luar biasa banyaknya. Apa saja yang kita bicarakan pasti di sana ditemukan masalah, pasti ada kekurangan.
  • Berbicara kesejahteraan, maka kita dihadapkan dengan kenyataan bahwa jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan pada 2010 diperkirakan 32,7 juta. 
  • Berbicara pendidikan, maka kita dihadapkan dengan kenyataan bahwa hampir 80 persen siswa Indonesia yang diukur dengan test of international math and sciencememiliki skor sangat rendah dan di bawah minimal.
  • Berbicara tentang kesehatan, maka standar pelayanan kesehatan kita sangat rendah. Berbicara tentang lingkungan hidup, maka situasi kita memprihatinkan.
Tidak adakah keberhasilan di republik ini? Ada banyak, tapi kita tidak membicarakan.

Saat republik ini didirikan, lebih dari 95 persen pendududuknya buta huruf.
Bayangkan, puluhan juta manusia Indonesia sanggup memanggul senjata, sanggup mendorong revolusi, tapi tidak bisa menulis nama sendiri. Kita buta huruf secara kolosal. Hari ini rakyat Indonesia yang buta huruf tinggal sekitar 8 persen. Itu pun mayoritas adalah penduduk lanjut usia.

Bangsa mana di dunia, yang rakyatnya sebesar ini dan setersebar ini, yang bisa memutarbalikan buta huruf total menjadi melek huruf total?
Itu adalah pencapaian luar biasa. Itu adalah prestasi kolektif seluruh bangsa, bukan prestasi satu-dua pemerintahan. Hari ini hampir ke mana pun kita pergi, kita bisa berdialog dengan rakyat yang melek huruf. Lihat India, lebih dari 60 tahun merdeka dan 40 persen rakyatnya masih buta huruf.  

Melek huruf adalah awal keberhasilan.

Akses pada pendidikan berkualitas untuk setiap warga Indonesia adalah janji berikutnya yang harus dilunasi. Saya membayangkan suatu saat nanti jika kita ditanya tentang apa kekayaan Indonesia dan jawabnya bukan lagi melimpahnya minyak, tambang, gas, hutan, dan kekayaan, tapi jawabnya adalah ''manusia Indonesia''; saat itu menandai bahwa republik ini mulai masuk era kemajuan.

Dari sisi kesejahteraan, data Bank Indonesia 2007 menunjukan bahwa saat ini lebih dari 22,5 juta penduduk Indonesia berpendapatan USD 6.000 per tahun. Bila itu dipandang sebagai pendapatan yang dinikmati oleh keluarga (dengan asumsi anggota keluarga itu 3-4 orang), perkiraan kasar menunjukan ada 75-90 juta penduduk Indonesia yang menikmati penghasilan 60 juta rupiah per tahun. Itu artinya hampir 3 kali lipat penduduk Malaysia atau hampir 18 kali lipat penduduk Singapura.

Coba perhatikan, saat republik ini didirikan, kelompok masyarakat ini sama sekali tidak eksis.
Kemiskinan dan keterbelakangan adalah pemandangan masa itu. Hari ini kemakmuran mulai hadir, tapi baru sebagian dan masih diiringi dengan ketimpangan, pada masa lalu ada kesan lebih merata dan sejajar karena memang rata-rata miskin. Apalagi, jumlah penduduk pada 1945 sekitar 70 juta, melonjak menjadi 240 juta dalam waktu 65 tahun; jumlah yang harus disejahterakan meningkat luar biasa.
 
Ironisnya, di dalam negeri kita berkeluh kesah, sementara di luar negeri kita dipandang dengan penuh decak kagum.

  1. Indonesia dinilai dunia sebagai negeri yang stabil
    Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi positif, dan mampu bangkit kembali setelah dihantam krisis keuangan pada 1997-1998.
  2. Prestasi ekonomi Indonesia inilah yang mengundang sebagian ekonom menempatkan Indonesia dalam kelompok kekuatan baru dunia: BRIIC (Brazil, Rusia, India, Indonesia, dan China). 
Dua hal di atas adalah sekadar contoh bagaimana sesungguhnya kita bisa melihat fenomena di Indonesia secara positif. Sudut pandang positif bisa membulatkan hati kita bahwa kemajuan itu senyatanya terjadi di republik ini. Dengan kata lain, menilai situasi Indonesia harus juga melalui membandingkan antara Indonesia sekarang dan Indonesia dulu. Tidak hanya membandingkan realitas sekarang dengan kondisi ideal, atau dengan negara lain.

Kita perlu memperhatikan kemajuan dan keberhasilan.
Melihat yang sudah dicapai, tidak hanya memperhatikan yang belum dicapai. Keseimbangan dan objektivitas bisa mendorong kita untuk memiliki optimisme. Apa lagi bila kita bisa secara cerdas membedakan antara sikap optimistis dan sikap mendukung pemerintah, serta membedakan sikap kritis dengan sikap pesimistis. Optimis terhadap bangsa tidaklah mendukung pemerintah.

Sikap kritis justru harus dipertahankan, tapi sikap pesimistis harus dihapus dan jangan takut untuk optimistis.

Optimisme tersebut hanya ''modal awal''.
Sikap itu mesti diikuti dengan semangat melakukan perubahan, pembaruan, dari semua level, dan di segala sektor masyarakat. Pandangan positif dan optimistis digandakan menjadi pandangan kolektif seluruh bangsa.

Coba tengok masa lalu. Ketika republik ini didirikan, para pemimpin memiliki seluruh persyaratan untuk pesimistis. Kemiskinan merata, kebodohan di mana-mana, kekerasan merebak, dan kekacauan juga terjadi di mana-mana. Negara tanpa anggaran. Tetapi, mereka memilih optimis. Mereka gandakan optimisme itu menjadi optimisme kolektif seluruh bangsa. Kombinasi antara integritas tinggi para pemimpin dan optimisme kuat menjadi pendorong kemajuan republik muda ini. 

Hari ini kita memiliki banyak persyaratan untuk optimis.

Tapi, kita sering memilih membicarakan kegagalan, bukan keberhasilan. Mengungkap yang belum dicapai, bukan yang sudah dicapai. Menuding yang salah-salah, bukan memperbanyak cerita sukses. Akibatnya, republik ini dirudung pesimisme. 


Republik ini mengalami defisit optimisme.

Kita harus merombak suasana itu. Pesimisme yang meruyak di mana-mana harus kita putar balikkan. Bersediakah kita berkaca dan menilai diri sendiri: apakah kita sudah bersikap positif dan optimistis? 
Mari kita mulai membangun kembali nuansa positif dan optimistis itu.

BERITA #KONVENSI CALON PRESIDEN PARTAI DEMOKRAT



TIGA KONSEP UNTUK INDONESIA BANGKIT






 “Harus menjadi kesamaan pandangan kita bahwa korupsi harus kita berantas dengan penegakan hukum dan reformasi birokrasi,” ujar  mantan Panglima TNI Endriartono Sutarto.

Korupsi menjadi pilar idealisme mantan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Nasional Demokrat, Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto, saat diwawancara dalam sesi perkenalan dan tanya jawab beserta pemaparan visi-misi konvensi calon presiden (Capres) Demokrat di Jakarta, baru-baru ini.

Pemberantasan korupsi menjadi agenda utama mantan Panglima TNI ini, bila menjadi pemenang konvensi dan dicalonkan sebagai presiden oleh Partai Demokrat. “Korupsi harus kita berantas dengan penegakan hukum dan reformasi birokrasi,” ujarnya tegas, Selasa (27/8), kemarin.

Sedikit banyak Endriartono mengaku punya pengalaman dalam pemberantasan korupsi. Salah satunya pernah menjadi penasihat hukum dalam kriminalisasi mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah. “Hukum harus ditegakkan, tidak peduli siapa pun. Entah itu mantan panglima TNI, mantan Kapolri, kalau dia melakukan tindakan tidak sesuai, sikat,” seru lulusan Akabri tahun 1971 ini, lantang.

“Hukum harus ditegakkan, tidak peduli siapa pun. Entah itu mantan panglima TNI, mantan Kapolri, kalau dia melakukan tindakan tidak sesuai, sikat!”

Endriartono memastikan bahwa upaya pemberantasan korupsi harus menggunakan penegakan hukum dan reformasi birokrasi yang tajam. “Korupsi harus kita berantas dengan penegakan hukum dan reformasi birokrasi. Hukum harus ditegakkan,” tegas mantan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Nasdem tersebut.

Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto mengajukan tiga sasaran yang akan dicapainya bila terpilih sebagai pemenang Konvensi Partai Demokrat dan kemudian menjadi presiden Indonesia.

“Pertama, perbaikan demokrasi. Kedua, penghapusan subsidi bahan bakar-minyak (BBM) menjadi program konversi dengan memaksimalkan batu bara, gas, dan lainnya. Dan ketiga, menyangkut kehidupan petani dan nelayan. Kita negara agraria. Tidak wajar menjadi negara pengimpor beras terbesar di dunia,” tegas Endriartono.

Sikapnya tegas. Misinya jelas; membangun Indonesia ke depan. Dengan membangun karakter bangsa yang bermartabat demi pembangunan nasional menuju Indonesia maju, sejahtera dan berdaya saing tinggi.

“Pilar demokrasi yang mencerminkan nilai pancasila, harus kokoh. Dengan pengalaman yang saya miliki, saya ingin membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik, maju, mandiri, berkesinambungan adil dan makmur,” jelas purnawirawan TNI kelahiran Purworejo Jawa Tengah ini.

Peluang Endriartono Besar

Pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi mengatakan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto mempunyai peluang yang sangat besar dalam memenangi konvensi capres Demokrat ini.

Menurut Kristiadi, Endriartono yang memiliki cukup banyak prestasi selama karir militernya mungkin merasa terpanggil ingin mengabdikan diri membangun bangsa dan negara melalui kepemimpinan nasional.

Peneliti senior Center for Strategic and International Studies (CSIS) ini mengakui kondisi bangsa Indonesia saat ini masih sulit, sehingga membutuhkan figur yang tegas dan memiliki tekad yang kuat untuk membangun bangsa dan negara.

“Jika Pak Endriartono merasa peluangnya untuk tampil sebagai capres melalui Partai Demokrat lebih besar. Itu adalah hak politiknya,” ucapnya.

Langkah Partai Demokrat melakukan konvensi untuk mencari pemimpin yang ideal dalam memimpin bangsa Indonesia di masa mendatang. Melalui konvensi, diharapkan akan memperbaiki wajah demokrasi, khususnya di parpol serta mencari putra-putri terbaik kepemimpinan nasional.

Memilih pemimpin masa depan, bukan hanya sekedar popularitas, tapi juga pemahaman yang konprehensif terhadap persoalan bangsa. “Konvensi ini akan memberi ruang kepada masyarakat untuk berpartisipasi memilih pemimpin masa depan,” kata J Kristiadi.

Selain Endriartono Sutarto, tokoh lain yang diundang Komite Konvensi Capres Demokrat adalah Rektor Paramadhina Anies Baswedan, anggota BPK Ali Masykur Musa, Ketua DPR Marzuki Alie, Menteri Perdagangan Gita Wirjayan, Menteri BUMN Dahlan lskan, Mantan KASAD Jenderal Pramono Edhie Wibowo, serta Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Sarundajang. (HM/Asp)

 Sumber: Koran Lintas Nusantara