Anies Baswedan
Anies Rasyid Baswedan Ph.D., (lahir di Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969; umur 44 tahun[1]) Ia adalah intelektual asal Indonesia memiliki kepedulian terhadap masyarakat akar rumput khususnya dalam bidang pendidikan. Ia menelurkan Gerakan Indonesia Mengajar yang mengirimkan anak-anak muda terbaik negeri untuk mengajar di Sekolah Dasar selama satu tahun.[2] Selain memiliki pemahaman terhadap masyarakat akar rumput, ia merupakan seorang intelektual yang memiliki kompetensi internasional, hal ini terbukti dari beberapa penghargaan internasional yang ia dapatkan.
Masa Kecil
Anies menghabiskan masa kecilnya di Yogyakarta.[1] Ia dan orang tuanya tinggal menumpang di rumah kontrakan Abdul Rahman Baswedan, kakeknya, di Taman Yuwono, sebuah komplek perumahan yang berlokasi di Jalan Dagen, belakang kawasan Malioboro, Yogyakarta. Rumah kontrakan ini merupakan wakaf dan pernah ditempati oleh para perintis kemerdekaan seperti Kasman Singodimedjo, M.Natsir, dan M.Roem. Kawasan ini sendiri adalah perumahan khusus bagi para perintis dan pejuang kemerdekaan. Jiwa kepemimpinan Anies Baswedan mulai tumbuh sejak kecil. Hal ini terlihat ketika ia berusia 12 tahun, ia membentuk sebuah kelompok anak-anak muda (7-15 tahun) di kampungnya yang diberi nama Klub Anak Berkembang (Kelabang).[1] Anies adalah inisiator dan ketua kelompok anak-anak ini. Kegiatan yang diadakan tergolong sederhana namun sesuai dengan kebutuhan masyarakat akar rumput, seperti membuat kegiatan olahraga seperti pembuatan sekolah sepakbola dan kesenian. Saat kecil Anies memiliki hobi membaca buku biografi, terutama biografi kepahlawanan. Hobinya ini selain membuatnya belajar banyak hal mengenai tokoh-tokoh penting juga membuatnya kerap melayat pejuang. Saat kecil ia pernah melayat Sultan Hamengku Buwono IX di Sitihinggil bersama adiknya, Ridwan. Saat Kiai Ali Maksum, pimpinan Pondok Pesantren Krapyak, meninggal dunia, Anies jalan kaki dari Krapyak sampai ke tempat pemakamannya di Jalan Bantul, Yogyakarta. Hobi membaca biografi dan mengunjungi pemakaman tokoh yang dekat dengan masyarakat mempengaruhi sikap kepemimpinan Anies Baswedan yang dekat dengan masyarakat.[3]
Keluarga
Anies Baswedan merupakan cucu dari pejuang nasional, Abdul Rahman Baswedan (AR. Baswedan). AR Baswedan merupakan tokoh penting dalam masa pra dan pasca kemerdekaan.[4] Pada 4 Oktober 1934 di Semarang, Jawa Tengah, ia bersama beberapa aktivis mengadakan Hari Kesadaran Indonesia-Arab. Kejadian ini juga dikenal dengan Sumpah Pemuda Keturunan Arab. Pada momen ini orientasi masyarakat keturunan Arab yang tadinya berorientasi ke Turki, Irak, Mesir ataupun Hadramaut kini menjadi berorientasi ke Indonesia semata. Ini merupakan tonggak penting dalam proses ke-Indonesiaan pra kemerdekaan. Bersama Nuh Alkaf, Segaf Assegaf dan Abdurrahman Argubi ia juga berhasil mendirikan Persatuan Arab Indonesia yang empat tahun kemudian menjadi Partai Arab Indonesia (PAI).[5] Pasca kemerdekaan AR Baswedan didaulat menjadi Menteri Muda Penerangan pada 1946. Selain menjadi menteri, ia juga salah satu delegasi Indonesia pimpinan Agus Salim ke Mesir. Perjalanan diplomatik ini ditujukan untuk mendapat pengakuan Negara Indonesia dari Mesir. Kecakapannya bernegosiasi membuat Mesir mengakui Negara Indonesia. Pengakuan Mesir ini merupakan salah satu pengakuan internasional pertama atas terbentuknya Negara Indonesia.[6] Anies Baswedan merupakan anak pertama dari pasangan Rasyid Baswedan dan Aliyah. Rasyid Baswedan merupakan Dosen Fakultas Ekonomi serta pernah menjadi Wakil Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. Sang ibu, Aliyah, juga seorang pengajar dan guru besar di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). [1] Dibesarkan dalam lingkungan akademis membuat Anies Baswedan merasakan pentingnya pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. Ini pula yang membuatnya banyak menelurkan program pendidikan di kemudian hari. Pada 11 Mei 1996 Anies Baswedan menikah dengan Fery Farhati Ganis. Fery mendapat gelar Master Parenting Education dari Nothern Illinois University, USA. Pernikahan mereka dikaruniai empat orang anak yakni Mutiara Annisa, Mikail Azizi, Kaisar Hakam dan Ismail Hakim. [1]
Pendidikan
Pendidikan Dasar
Anies Baswedan mulai mengenyam bangku pendidikan pada usia 5 tahun.
Saat itu Anies kecil bersekolah di TK Masjid Syuhada, Yogyakarta. TK ini
merupakan salah satu TK bersejarah di Yogyakarta. Menginjak usia enam
tahun, Anies masuk ke Sekolah Dasar (SD) Laboratori, Yogyakarta. Ini
merupakan salah satu SD terbaik di Yogyakarta. Laiknya anak kecil
seusianya, Anies terkadang berulah. Kedua orang tua Anies mendidik Anies
kecil untuk bertanggungjawab atas segala ulahnya, hal ini secara tidak
langsung menumbuhkan sikap tanggungjawab pada dirinya. Saat SD ini pula
lah Anies pertama kalinya melatih diri untuk berbicara di depan umum.
Saat memasuki kelas 5 dan 6, Anies ditunjuk oleh gurunya untuk berpidato
saat acara Idul Adha yang diselenggarakan di sekolah. Itu adalah
pertama kalinya ia berpidato di depan orang banyak.[3]
SMP
Anies kemudian melanjutkan studinya ke SMP Negeri 5, ini merupakan
salah satu SMP unggulan di Yogyakarta. Jiwa sosialnya semakin tertanam
di masa ini. Ia didaulat menjadi Ketua Seksi Pengabdian Masyarakat di
sekolah. Tugasnya misalnya mengabarkan dan mengumpulkan dana jika ada
anggota keluarga dari siswa, guru atau karyawan di sekolah itu yang
sakit atau meninggal. Secara struktural, jabatan itu seolah tidak
penting dalam organisasi siswa sekolah. Tetapi pada pelaksanaannya,
justru seksi inilah yang paling aktif. Di sini Anies berlatih berbicara
di depan umum, karena setiap ada musibah ia lah yang bicara dari kelas
ke kelas untuk menghimpun bantuan. Setelah itu, ia juga yang akan
memimpin teman-temannya mendatangi keluarga yang sedang terkena musibah
untuk menyampaikan rasa duka cita dan sumbangan yang telah dihimpun.
Anies kemudian menjadi Ketua Panitia Tutup Tahun SMP Negeri 5. Acara ini
diselenggarakan di Gedung Purna Budaya secara besar-besaran.
Keberhasilan acara ini membuktikan ia dapat memimpin rekan-rekannya
dalam usia yang cenderung sangat muda.[3]
SMA
Selesai mengenyam pendidikan di bangku SMP, Anies melanjutkan sekolah
ke SMA Negeri 2 Yogyakarta. Pada masa ini Anies mulai merasakan
pentingnya kompetensi di level internasional. Belum genap satu tahun
mengenyam bangku SMA, ia sudah didaulat menjadi Wakil Ketua Organisasi
Siswa Intra Sekolah (OSIS). Posisi ini membawanya mewakili sekolah untuk
mengikuti pelatihan kepemimpinan di Jakarta pada September 1985. Ada
300 delegasi OSIS
seluruh Indonesia pada acara tersebut. Pertemuan tersebut menelurkan
seorang pemimpin yakni Anies Baswedan. Secara tidak langsung pada saat
itu ia adalah Ketua OSIS Se-Indonesia, padahal ia baru menginjak kelas 1
SMA. Posisi ini semakin mengasah jiwa kepemimpinan karena harus
memimpin para Ketua OSIS. Menginjak kelas 2 SMA pada 1987 Anies terpilih
menjadi peserta AFS, program pertukaran pelajar siswa
Indonesia-Amerika. Selama satu tahun ia tinggal di rumah sebuah keluarga
di Milwakuee, Wisconsin,
Amerika Serikat. Ini merupakan salah satu momen penting dalam
perjalanan Anies muda. Tinggal selama satu tahun di negeri Paman Sam
membuat cakrawalanya terbuka luas dan cara berpikir Anies menjadi lebih
global. Sekembalinya ke Yogyakarta, Anies mendapat kesempatan
meningkatkan diri di bidang jurnalistik. TVRI Yogya pimpinan Ishadi SK membuat acara bernama Tanah Merdeka.
Acara ini merekrut anak-anak muda di Yogya untuk mewawancarai
tokoh-tokoh nasional, Anies terpilih sebagai salah satu pewawancara.
Kesempatan ini membawanya mewawancarai beberapa tokoh nasional pada masa
Orde Baru (Orba).[3]
Perguruan Tinggi
Anies Baswedan menempuh pendidikan tinggi di Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada
(UGM), Yogyakarta. Saat kuliah Anies aktif dalam organisasi
kemahasiswaan. Setelah lama dibekukan karena kebijakan Orba, organisasi
kemahasiswaan akhirnya dibolehkan kembali ada di kampus. Saat itu Anies
menjadi Ketua Senat Mahasiswa UGM yang pertama setelah dibekukan dalam jangka waktu yang lama. Senat Mahasiswa adalah embrio munculnya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di beberapa universitas saat ini. Sewaktu menjadi mahasiswa Anies Baswedan juga mendapat beasiswa Japan Airlines Foundation untuk mengikuti kuliah musim panas bidang Asian Studies di Universitas Sophia, Tokyo, Jepang.
Beasiswa ini ia dapatkan karena memenangkan sebuah lomba menulis
mengenai lingkungan. Ia menjadi pemenang karena kegemarannya mengeliping
artikel. Saat itu kumpulan artikel hasil klipingnya ia jadikan bahan
referensi penting dalam penulisan artikel untuk lomba tersebut.[7] Anies lulus kuliah pada tahun 1995, setahun kemudian ia mendapat beasiswa melanjutkan studi master bidang International Security and Economic Policy, di University of Maryland, College Park. Sewaktu kuliah ia dianugerahi William P. Cole III Fellow di Maryland School of Public Policy, ICF Scholarship, dan ASEAN Students Award. Setelah lulus dari program master ia mendapatkan beasiswa program doktoral dari Northern Illinois University. Disertasi
Anies Baswedan tentang “Otonomi Daerah dan Pola Demokrasi di
Indonesia”. Pemikirannya mengenai otonomi daerah dan desentralisasi
tidak hanya tertuang dalam disertasinya. Ia juga aktif menulis artikel
dan menjadi pembicara baik di dalam maupun luar negeri. Ia banyak
menulis artikel mengenai desentralisasi, demokrasi dan politik Islam di Indonesia. Artikel jurnalnya yang berjudul “Political Islam: Present and Future Trajectory” dimuat di Asian Survey, sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Universitas California.[8]
Sementara artikel “Indonesian Politics in 2007: The Presidency, Local
Elections and The Future of Democracy" diterbitkan oleh BIES, Australian
National University.[9]
Pemikirannya yang tertuang dalam disertasi dan artikel merupakan
sumbangsih penting bagi proses transisi pemerintahan Indonesia dari
sentralistik menuju desentralisasi melalui otonomi daerah.[3]
Karier
Dalam berbagai kesempatan, Anies Baswedan selalu mengatakan ada tiga
hal yang ia jadikan pedoman dalam memilih karier. Apakah secara
intelektual dapat tumbuh, apakah masih dapat menjalankan tanggung
jawabnya sebagai kepala keluarga, apakah mempunyai pengaruh sosial.[3]
Peneliti Pusat Antar-Universitas Studi Ekonomi UGM
Selesai program Strata 1 (S1) di Fakultas Ekonomi UGM, Anies Baswedan
sempat berkarier sebagai peneliti dan koordinator proyek di Pusat
Antar-Universitas Studi Ekonomi UGM. Kariernya di sana tak berlangsung
lama, sebab pada 1996 ia mendapatkan beasiswa program master ke Amerika
Serikat.
Manajer Riset IPC, Inc, Chicago
Selesai mengambil kuliah doktor pada 2004, karena tidak memiliki uang
untuk kembali ke tanah air, Anies sempat bekerja sebagai manajer riset
di IPC, Inc. Chicago, sebuah asosiasi perusahaan elektronik sedunia.
Kecintaannya pada tanah air membuatnya kembali ke Indonesia.
Kemitraan Untuk Reformasi Tata Kelola Pemerintahan
Ia kemudian bergabung dengan Kemitraan untuk Reformasi Tata Kelola
Pemerintahan sebuah lembaga non-profit yang berfokus pada reformasi
birokrasi di beragam wilayah di Indonesia dengan menekankan kerjasama
antara pemerintah dengan sektor sipil. Hal ini tentu saja tak lepas dari
kepeduliannya terhadap demokrasi, otonomi daerah dan desentralisasi
seperti tertuang dalam disertasi dan artikel-artikelnya di beragam
jurnal dan media.
Direktur Riset Indonesian Institute Center
Ia kemudian menjadi direktur riset The Indonesian Institute. Ini
merupakan lembaga penelitian kebijakan publik yang didirikan pada
Oktober 2004 oleh aktivis dan intelektual muda yang dinamis. Kariernya
di The Indonesian Institute tentu tak lepas dari latar belakang
pendidikannya di bidang kebijakan publik.[10]
Rektor Universitas Paramadina
Pada 15 Mei 2007, Anies Baswedan menemui momen penting dalam
kariernya. Ia dilantik menjadi Rektor [Universitas Paramadina],
menggantikan posisi yang dulu ditempati oleh cendekiawan Muslim, Nurcholish Madjid
atau biasa disapa dengan Cak Nur, yang juga merupakan pendiri
universitas tersebut. Dilantiknya Anies menjadi rektor membuatnya
tercatat sebagai rektor termuda di Indonesia, dimana saat itu usianya
baru menginjak 38 tahun. [11][12] Anies terkesan dengan pidato Joseph Nye, Dekan Kennedy School of Government di Harvard University, yang mengatakan salah satu keberhasilan universitasnya adalah “admit only the best”
alias hanya menerima yang terbaik. Dari sinilah Anies kemudian
menggagas rekrutmen anak-anak terbaik Indonesia. Strategi yang kemudian
dikembangkan Anies Baswedan adalah mencanangkan Paramadina Fellowship
atau beasiswa Paramadina. Beasiswa itu meliputi biaya kuliah, buku, dan
biaya hidup. Paramadina Fellowship adalah perwujudan idealisme dengan
bahasa bisnis. Hal ini dilakukan karena kesadaran bahwa dunia pendidikan
dan bisnis memiliki pendekatan yang berbeda. Untuk mewujudkan itu Anies
mengadopsi konsep penamaan mahasiswa yang sudah lulus seperti yang
biasa digunakan di banyak Universitas di Amerika Utara dan Eropa.
Caranya, titel seorang lulusan universitas tersebut mencantumkan nama
sponsornya. Misalnya jika seorang mahasiswa mendapatkan dana dari Mien R. Uno
(seorang pendonor) maka mahasiswa tersebut diwajibkan menggunakan titel
Paramadina Mien R. Uno fellow. Strategi Paramadina Fellowship ini
menunjukkan dampak yang sangat positif. Kini bahkan 25% dari sekitar
2000 mahasiswa Universitas Paramadina berasal dari beasiswa ini. Tentu
ini sumbangsih penting bagi dunia pendidikan Indonesia di tengah
mahalnya biayanya pendidikan tinggi.[3]
Gebrakan lain yang dilakukan oleh Anies Baswedan di universitas yang ia
pimpin adalah pengajaran anti korupsi di bangku kuliah. Hal ini
didasari karena Anies menganggap bahwa salah satu persoalan bangsa ini
adalah praktek korupsi. Karena itu ia berinisiatif membuat mata kuliah
wajib anti korupsi. Yang diajarkan dalam mata kuliah ini mulai kerangka
teoritis sampai laporan investigatif tentang praktik korupsi.[10]
Ketua Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar
Gagasan ini sebenarnya berawal ketika Anies Baswedan masih menjadi
mahasiswa UGM sekitar dekade 1990-an. Pada masa itu, ia bergaul dan
belajar banyak dari seorang mantan rektor UGM periode 1986-1990: Prof.
Dr. Koesnadi Hardjasoemantri (Pak Koes).[2]
Pada tahun 1950an, Pak Koes menginisiasi sebuah program bernama
Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM), yakni sebuah program untuk mengisi
kekurangan guru SMA di daerah, khususnya di luar Jawa. Dalam beberapa
kasus, PTM ini justru mendirikan SMA baru dan pertama di sebuah kota
kabupaten. Pak Koes adalah inisiator sekaligus salah satu dari 8 orang
yang menjadi angkatan pertama PTM ini. Beliau berangkat ke Kupang dan
bekerja di sana selama beberapa tahun. Sepulangnya dari Kupang, ia
mengajak serta 3 siswa paling cerdas untuk kuliah di UGM. Salah satunya
adalah Adrianus Mooy yang di kemudian hari menjadi Gubernur Bank Indonesia. Cerita penuh nilai dari PTM inilah salah satu sumber inspirasi bagi Indonesia Mengajar.[2]
Selepas dari UGM, Anies Baswedan mendapat beasiswa untuk melanjutkan
kuliah di Amerika Serikat. Tinggal, belajar dan bekerja di sana
membuatnya memahami bahwa anak-anak Indonesia membutuhkan kompetensi
kelas dunia untuk bersaing di lingkungan global. Tetapi, kompetensi
kelas dunia saja tak cukup. Anak-anak muda Indonesia harus punya
pemahaman empatik yang mendalam seperti akar rumput meresapi tanah
tempatnya hidup. Semua proses di atas, secara perlahan membentuk ide
besar Gerakan Indonesia Mengajar. Konstruksi dasarnya mulai terumuskan
pada pertengahan 2009. Ketika itu, Anies mendiskusikan dan menguji
idenya pada berbagai pihak. Gagasan ini kemudian siap mewujud ketika
beberapa pihak berkenan menjadi sponsor.[2]
Proses untuk mendesain dan mengembangkan konsep Indonesia Mengajar pun
dimulai pada akhir 2009, dengan membentuk tim kecil yang kemudian
berkembang hingga menjadi organisasi seperti sekarang ini. Sampai saat
ini pun, Anies Baswedan merupakan salah satu pendiri dan juga Ketua
Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar.[2]
Pemikiran
Melunasi Janji Kemerdekaan
Dalam perspektif Anies Baswedan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
negara ini tak hanya sedang bercita-cita, melainkan sedang berjanji.
Menurutnya Republik ini dibangun dengan ikatan janji, ia menyebutnya
Janji Kemerdekaan. Janji kemerdekaan itu diantaranya janji perlindungan,
kesejahteraan, pencerdasan dan peran global pada setiap anak bangsa.
Menurutnya masih banyak masyarakat yang belum dilunasi janji
kemerdekaannya. Baginya pelunasan janji itu tidak hanya tanggung jawab
konstitusional negara dan pemerintah, melainkan tanggung jawab moral
setiap anak bangsa yang telah mendapat pelunasan janji yakni telah
terlindungi, tersejahterakan, dan tercerdaskan.[13]
Untuk melunasi janji kemerdekaan tersebut, maka Anies Baswedan memiliki
beberapa pemikiran dan inisiatif yang ia wujudkan dengan beberapa pihak
yang bersama-sama bersedia turun tangan.
Tenun Kebangsaan
Salah satu janji kemerdekaan yang banyak mendapat perhatian saat ini
adalah soal janji perlindungan untuk setiap warga negara. Hal ini
terkait dengan beberapa tindakan yang mendiskriminasikan minoritas.
Menurut Anies Baswedan Republik ini dirancang untuk melindungi setiap
warga negara. Ia mengilustrasikan Republik ini sebagai sebuah tenun
kebangsaan yang dirajut dari kebhinekaan suku, adat, agama, keyakinan,
bahasa, geografis yang sangat unik. Kekerasan atas nama apapun akan
merusak tenun tersebut. Dalam soal perlindungan terhadap warga negara
atas kekerasan yang kerap terjadi menurut Anies Baswedan harus dilihat
sebagai warga negara menyerang warga negara lainnya, terjadi bukan soal
mayoritas lawan mayoritas. Menurutnya negara tidak bisa mengatur
perasaan, pikiran, ataupun keyakinan warga negaranya. Namun, negara
sangat bisa mengatur cara mengekspresikannya. Dialog antar pemikiran
setajam apapun boleh, namun begitu berubah jadi kekerasan maka pelakunya
berhadapan dengan negara dan hukum.[14]
Pendidikan Sebagai Eskalator Ekonomi
Janji kemerdekaan untuk pencerdasan warga negara diwujudkan Anies
dalam beberapa inisiatif. Menurut Anies Baswedan selama empat atau lima
dekade terakhir, pendidikan menjadi eskalator sosial ekonomi masyarakat
Indonesia. Ia mencontohkan, kelas menengah atas Indonesia saat ini
adalah kelas menengah ke bawah dulunya. Karena pendidikan khususnya
pendidikan tinggi-lah status sosial ekonomi dapat naik. Berbeda dengan
beberapa dekade lalu, kini eskalator ini tidak bisa lagi dinaiki semua
orang karena tingginya biaya pendidikan dan akses pendidikan yang
terbatas. Untuk mengatasi maslaha tersebut, Anies Baswedan menelurkan
beberapa insiatif pendidikan yang menciptakan perubahan positif di
masyarakat.[15]
Indonesia Mengajar
- Indonesia Mengajar didasari oleh salah satu janji kemerdekaan negara ini dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Banyak masyarakat di daerah yang belum dapat menikmati janji tersebut. Salah satu permasalahan terbesar pendidikan di daerah yakni distribusi guru yang tidak merata.
- Indonesia Mengajar mengirimkan memiliki dua tujuan utama. Pertama adalah mengirim anak-anak muda terbaik bangsa yang disebut sebagai Pengajar Muda (PM) untuk mengajar selama satu tahun di Sekolah Dasar di desa-desa terpencil di penjuru negeri. Tak hanya mengajar para PM juga berinteraksi langsung dengan pemangku kepentingan di daerah dan masyarakat.
- Kedua, menciptakan calon pemimpin yang memiliki pemahaman akar rumput dan kompetensi global. Dengan bekal pendidikan dan organisasi yang dimiliki oleh para PM ditambah interaksinya dengan masyarakat akar rumput selama satu tahun membuat PM memberikan pengalaman kepemimpinan nyata dan pemahaman empatik yang tinggi bagi yang melaluinya. Dimulai pada tahun 2010 kini Indonesia Mengajar telah memberangkatkan lebih dari 200 PM ke 17 kabupaten yang tersebar dari barat sampai timur Indonesia. [16]
Indonesia Menyala
- Program Indonesia Menyala berawal dari hasil pengamatan sejumlah Pengajar Muda sejak mereka ditempatkan pada November 2010. Mereka melihat bahwa mayoritas anak didik mereka kekurangan bahan bacaan yang bermutu. Melihat kebutuhan tersebut dan kesadaran atas pentingnya buku untuk teman-teman di pelosok, maka program Indonesia Menyala diluncurkan pada 15 April 2011.
- Indonesia Menyala membentuk perpustakaan-perpustakaan yang bertempat di wilayah penempatan Pengajar Muda. Perpustakaan Indonesia Menyala terdiri dari dua bentuk yakni perpustakaan tetap dan perpustakaan berputar. Perpustakaan tetap yaitu perpustakaan yang berisikan buku yang hanya digunakan di satu sekolah penempatan. Sedangkan, perpustakaan berputar, berbentuk sebuah tas yang dibawa keliling oleh Pengajar Muda untuk dibaca oleh masyarakat sekitar. Indonesia Menyala menghilangkan sekat besar akses terhadap bacaan yang terbatas pada masyarakat masyarakat pedesaan di Indonesia, sehingga semakin meneguhkan bahwa pendidikan adalah hak yang harus diterima setiap masyarakat. [17]
Kelas Inspirasi
- Kelas Inspirasi mengundang para profesional yang sukses karena pendidikan untuk turun tangan berbagi cerita dan pengalaman kerja selama satu hari di hari yang disebut dengan Hari Inspirasi. Tujuan Kelas Inspirasi ada dua yaitu menjadi wahana bagi sekolah dan siswa untuk belajar dari para profesional, serta agar para profesional, khususnya kelas menengah secara lebih luas dapat belajar mengenai kenyataan dan fakta mengenai kondisi pendidikan kita.
- Dengan Kelas Inspirasi diharapkan terjalin relasi yang dapat terus menerus sekolah dan kelas menengah pelihara. Hal ini sebagai wujud jendela komunikasi antara profesional sebagai kelas menengah dan dunia pendidikan di SD negeri sebagai salah satu area yang perlu diadvokasi dan dikembangkan terus menerus. Sehingga dengan itu diharapkan mampu mendorong kalangan profesional untuk berperan aktif dalam pendidikan melalui kegiatan serupa. [18]
Kualitas Manusia Indonesia
Salah satu janji kemerdekaan adalah janji kesejahteraan. Menurut
Anies Baswedan titik berangkat kesejahteraan bukan seperti dalam
perspektif lama yakni Sumber Daya Alam (SDA), titik berangkatnya adalah
kesadaran bahwa garda terdepan untuk meraih kemenangan adalah kualitas
manusia. Ia menggunakan istilah kualitas manusia bukan kualitas sumber
daya manusia. Hal tersebut dikarenakan karena manusia Indonesia tidak
boleh dipandang semata-mata sebagai sumber daya. Kualitas manusia ini
hanya bisa diraih lewat pendidikan yang berkualitas. Pendidikan
berkualitas itu sebab utamanya bukan karena gedung, buku, kurikulum atau
bahasa yang berkualitas. [19]
Untuk mendorong hal tersebut menurutnya kepemimpinan yang dibutuhkan
adalah kepemimpinan yang menggerakkan manusia Indonesia. Kepemimpinan
yang menginspirasi, bukan mendikte. Kepemimpinan yang bersifat patron-client
tidak lagi cocok untuk kondisi Indonesia saat ini. Yang lebih cocok
menurut Anies adalah kepemimpinan yang mampu membuat orang bergerak,
turun tangan dan berkontribusi untuk menyelesaikan masalah. [20]
Gerakan Anti Korupsi
- Yang juga menjadi perhatian Anies Baswedan soal belum terlunasinya janji kesejahteraan adalah praktek korupsi di Indonesia. Ia beberapa kali bergabung menjadi aktivis anti korupsi atas undangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). [10]
Tim 8 KPK
- Pada 2010 Anies Baswedan tergabung dalam Tim Verifikasi Fakta dan Hukum atau dikenal dengan Tim 8 yang diketuai Adnan Buyung Nasution untuk meneliti kasus dugaan kriminalisasi terhadap Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah. Nama kedua pemimpin Komisi ini ramai dikaitkan dalam perseteruan Kepolisian versus KPK – yang populer dengan sebutan “Cicak versus Buaya” – ketika itu.
Ketua Komite Etik KPK
- Februari 2013 Anies Baswedan diminta oleh KPK untuk memimpin Komite Etik KPK – tim ad hoc bentukan pemimpin antirasuah itu. Tugas Komite ini adalah memeriksa ihwal bocornya surat perintah penyidikan (sprindik) kasus korupsi proyek Hambalang atas nama tersangka Anas Urbaningrum.[21]
Pemahaman Akar Rumput dan Kompetensi Global
Salah satu janji kemerdekaan adalah janji berperan dalam tingkat
global. Menurut Anies Baswedan dahulu pada saat Sumpah Pemuda misalnya
seorang Jawa atau Sunda menjadi Indonesia tanpa kehilangan Jawa atau
Sundanya, sekarang kesadaran seperti itu adalah bahwa kita juga warga
dunia. Menurutnya kesadaran yang saat ini diperlukan adalah kesadaran
melampaui Indonesia (beyond Indonesia). Kepada para mahasiswa
Anies sering mengatakan kompetitor mereka bukan lagi dari Universitas
yang berada di negeri ini. Kompetitor mahasiswa itu adalah lulusan Melbourne, AS, Tokyo, dan lain-lain yang memiliki kemampuan bahasa, ilmu pengetahuan, dan jaringan internasional.[10]
Menurutnya yang penting untuk dimiliki saat ini adalah kompetensi yang
bersifat global dan pemahaman akan permasalahan akar rumput yang nyata
terjadi di masyarakat. Istilah yang kerap ia kemukakan adalah grass roots understanding and world class competence (pemahaman akar rumput dan kompetensi tingkat dunia). [10]
Penghargaan
Nasional
Harian Rakyat Merdeka menganugerahkan The Golden Awards pada
peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) harian ini yang ke 14 pada Juni 2013.
Anies dipilih atas inspirasinya di bidang pendidikan melalui Gerakan
Indonesia Mengajar. Selain Anies tokoh yang mendapatkan penghargaan ini
adalah Johan Budi SP (Juru Bicara KPK) dan Ignasius Jonan (Dirut PT KAI).[22]
Pada Agustus 2013, Anies Baswedan mendapatkan Anugerah Integritas
Nasional dari Komunitas Pengusaha Antisuap (Kupas) serta Kamar Dagang
dan Industri (Kadin) Indonesia. Penilaian ini didasari atas survey yang
dilakukan pada 2012 tentang persepsi masyarakat terhadap sejumlah tokoh
nasional. Anies terpilih bersama beberapa tokoh lain seperti Komaruddin Hidayat, Abraham Samad, serta Mahfud MD.
Menurut Ketua Kupas Ai Mulyadi Mamoer, mereka yang terpilih adalah
mereka yang jujur, bertanggungjawab, visioner, disiplin, bisa bekerja
sama, adil dan peduli.[23]
Dompet Dhuafa memberikan penghargaan Dompet Dhuafa Award 2013 kepada
Anies Baswedan pada Juli 2013. Penghargaan ini diberikan kepada
tokoh-tokoh yang dinilai telah memberikan inspirasi kebajikan bagi
masyarakat dan berkontribusi bagi bangsa. Anies Baswedan menerima
penghargaan kategori pendidikan. Ia dipilih karena usahanya melunasi
janji kemerdekaan di bidang pendidikan melalui Gerakan Indonesia
Mengajar. Selain Anies Baswedan beberapa tokoh menerima penghargaan ini
antara lain, Jusuf Kalla (Mantan Wakil Presiden), Warsito Purwo (Ketua Umum Masyarakat dan Ilmuwan Teknologi Indonesia), serta Irma Suryati (penggerak kaum difabel).[24]
Anies Baswedan juga menerima penghargaan Tokoh Inspiratif dalam
Anugerah Hari Sastra Indonesia. Penghargaan ini diberikan pada saat
perayaan Hari Sastra Nasional pada 3 Juli 2013 di Balai Budaya Pusat
Bahasa, Rawamangun, Jakarta. Anies mendapat penghargaan kategori tokoh
inspiratif. Anies dirasa memiliki track record serta kepedulian dalam
memperjuangkan kemajuan untuk Indonesia.[25]
Internasional
- Gerald Maryanov Award
Pada 2004 Anies Baswedan menerima penghargaan Gerald Maryanov Fellow dari Departemen Ilmu Politik Universitas Northern Illinois.[26]
- 100 Intelektual Publik Dunia
Pada 2008 Majalah Foreign Policy
memasukkan Anies Baswedan dalam 100 Intelektual Publik Dunia. Anies
merupakan satu-satunya orang Indonesia yang masuk pada daftar hasil
rilis majalah tersebut. Dalam daftar itu nama Anies sejajar dengan tokoh
dunia seperti Noam Chomsky (tokoh perdamaian), para penerima nobel seperti Shirin Ebadi, Al Gore, Muhammad Yunus, dan Amartya Sen.[3]
- Young Global Leaders
Jiwa kepemimpinan Anies Baswedan juga membuahkan hasil dengan hadirnya nama Anies dalam salah satu Young Global Leaders pada Februari 2009 yang diberikan oleh World Economic Forum.[3]
- 20 Tokoh Pembawa Perubahan Dunia
Dua tahun berselang setelah mendapat penghargaan 100 Intelektual
Publik Dunia, pada April 2010, Anies Baswedan terpilih sebagai satu dari
20 tokoh yang membawa perubahan dunia untuk 20 tahun mendatang versi
majalah Foresight yang terbit di Jepang. Dalam edisi khusus “20
orang 20 tahun”, Majalah ini menampilkan 20 tokoh yang diperkirakan akan
menjadi perhatian dunia. Mereka akan berperan dalam perubahan dunia dua
dekade mendatang. Menurut majalah itu Anies Baswedan dinilai sebagai
salah satu tokoh calon pemimpin Indonesia masa mendatang. Nama Anies
berdampingan dengan Vladimir Putin (Perdana Menteri Rusia), Hugo Chavez (Mantan Presiden Venezuela), David Miliband (Menteri Luar Negeri Inggris), Rahul Gandi (Sekjen Indian National Congress India), serta Paul Ryan (politisi muda Partai Republik dan anggota House of Representative AS).[3]
- PASIAD Education Award
Anies Baswedan menerima penghargaan dari The Association of Social
and Economic Solidarity with Pacific Countries (PASIAD) kategori
Pendidikan dari Pemerintah Turki pada tahun 2010. Penghargaan ini
diberikan kepada pengajar, pelajar maupun individu yang telah
berkontribusi untuk dunia pendidikan. Anies Baswedan menerima
penghargaan ini karena telah membuat anak-anak muda terbaik untuk
mengajar di daerah terpencil yang jauh dari akses pendidikan melalui
program Indonesia Mengajar.[27]
- Nakasone Yasuhiro Award
Anies Baswedan menerima Nakasone Yasuhiro pada Juni 2010. Penghargaan
ini diberikan langsung oleh Mantan Perdana Menteri Jepang, Yasuhiro Nakasone.
Penghargaan ini diberikan kepada orang-orang visioner yang membawa
perubahan dan memiliki daya dobrak, demi tercapainya abad 21 yang lebih
cerah. Anies dirasa adalah salah satu sosok visioner tersebut. Hanya
beberapa orang asal Indonesia yang pernah menerima penghargaan bergengsi
ini, seperti Rizal Sukma (Peneliti CSIS) dan Wayan Karna (Dekan ISI Denpasar).[28]
- 500 Muslim Berpengaruh di Dunia
Penghargaan yang diterima Anies Baswedan juga hadir dari kawasan Timur Tengah. The Royal Islamic Strategic Studies Center, Jordania, memasukkan nama Anies dalam daftar The 500 Most Influential Muslims pada Juli 2010. Penghargaan ini diberikan untuk 500 tokoh Muslim paling berpengaruh di dunia.[3]
No comments:
Post a Comment