Hayono Isman: Pajak Alat Keadilan untuk Rakyat
VIVAnews
- Salah satu peserta konvensi calon presiden (capres) Partai Demokrat,
Hayono Isman, menyatakan pemanfaatan pajak negara harus berpihak kepada
rakyat. Sebab, rakyat adalah penopang utama perpajakan dan
keberlangsungan negara.
"Pajak adalah cara rakyat membayar tugas pengelolaan negara. Pajak adalah alat utama bagi keadilan sosial," kata Hayono, dalam seminar 'Capres Bicara Pajak Untuk Indonesia Yang Mandiri' di Kampus UIN, Ciputat, Rabu 13 November 2013.
Hayono menambahkan, melalui pajak dapat diwujudkan budaya gotong royong yang sekarang mulai terkikis habis oleh globalisasi, liberalisasi, atau pasar bebas. Gotong royong pada akhirnya akan memperkuat kesadaran pembayaran pajak.
"Bea masuk impor kedelai dihapus. Katanya agar perajin tempe terbantu. Tapi yang untung importir. Berbagai kebijakan pajak harus mengarah pada kemandirian ekonomi Indonesia," ujarnya.
Hayono menegaskan pajak membangun semangat gotong royong, tapi harus dipahami bukan sebagai sistem kapitalis atau komunis, tapi ciri budaya masyarakat Indonesia.
"Tidak selamanya kita mengalami pertumbuhan ekonomi. Sewaktu-waktu ekonomi kita bisa turun. Tapi, semangat gotong royong tidak boleh hilang," jelasnya.
Anggota Komisi I DPR itu lantas meminta masyarakat dan juga mahasiswa untuk mendorong Dirjen Pajak lebih kredibel dalam mengelola pajak dan menindak pengemplang pajak. Kalau itu bisa dilakukan, ia yakin penerimaan pajak akan naik.
"Dengan pajak, kita tidak hanya bisa menghadirkan negara maju tapi kokoh berdasarkan gotong royong," katanya.
Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD memuji semangat pengelolaan pajak yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak. Pelanggar pajak harus dihukum berat.
"Pajak adalah cara rakyat membayar tugas pengelolaan negara. Pajak adalah alat utama bagi keadilan sosial," kata Hayono, dalam seminar 'Capres Bicara Pajak Untuk Indonesia Yang Mandiri' di Kampus UIN, Ciputat, Rabu 13 November 2013.
Hayono menambahkan, melalui pajak dapat diwujudkan budaya gotong royong yang sekarang mulai terkikis habis oleh globalisasi, liberalisasi, atau pasar bebas. Gotong royong pada akhirnya akan memperkuat kesadaran pembayaran pajak.
"Bea masuk impor kedelai dihapus. Katanya agar perajin tempe terbantu. Tapi yang untung importir. Berbagai kebijakan pajak harus mengarah pada kemandirian ekonomi Indonesia," ujarnya.
Hayono menegaskan pajak membangun semangat gotong royong, tapi harus dipahami bukan sebagai sistem kapitalis atau komunis, tapi ciri budaya masyarakat Indonesia.
"Tidak selamanya kita mengalami pertumbuhan ekonomi. Sewaktu-waktu ekonomi kita bisa turun. Tapi, semangat gotong royong tidak boleh hilang," jelasnya.
Anggota Komisi I DPR itu lantas meminta masyarakat dan juga mahasiswa untuk mendorong Dirjen Pajak lebih kredibel dalam mengelola pajak dan menindak pengemplang pajak. Kalau itu bisa dilakukan, ia yakin penerimaan pajak akan naik.
"Dengan pajak, kita tidak hanya bisa menghadirkan negara maju tapi kokoh berdasarkan gotong royong," katanya.
Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD memuji semangat pengelolaan pajak yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak. Pelanggar pajak harus dihukum berat.
Menurutnya, saat ini
Indonesia sedang dilanda badai korupsi yang tidak ada habis-habisnya.
Dari analisanya, secara ilmiah rasional atau berdasar fakta hukum, ada
empat sentra yang sangat potensial terjadi korupsi besar-besaran di
negeri ini.
"Pertama, bidang pertanahan. Mafianya luar biasa. Kita punya sertifikat, tahu-tahu sudah dijual oleh pengembang. Ini permainan di DPR gila-gilaan. Contoh kasusnya ada di Jakarta, malah dia yang dibawa ke pengadilan karena dituduh memalsukan. Kedua, bea cukai. Ketiga, migas dan pertambangan. Dan keempat perpajakan," tuturnya. (adi)
"Pertama, bidang pertanahan. Mafianya luar biasa. Kita punya sertifikat, tahu-tahu sudah dijual oleh pengembang. Ini permainan di DPR gila-gilaan. Contoh kasusnya ada di Jakarta, malah dia yang dibawa ke pengadilan karena dituduh memalsukan. Kedua, bea cukai. Ketiga, migas dan pertambangan. Dan keempat perpajakan," tuturnya. (adi)
No comments:
Post a Comment