Endriartono Sutarto
Lahir | 29 April 1947 Purworejo, Indonesia |
||
---|---|---|---|
Kebangsaan | Indonesia | ||
Pendidikan | Akabri Darat 1971 | ||
Tempat kerja | Jenderal (Purn) TNI-AD (1971 – 2006) | ||
Dikenal karena | Militer | ||
Partai politik | Partai Demokrat | ||
Agama | Islam | ||
Orang tua | Drs. Sutarto |
Karier militer
Karier Endriartono semakin melesat pada era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pada tanggal 9 Oktober 2000, Gus Dur melantik Endriartono sebagai KASAD menggantikan Jenderal Tyasno Sudarto.
Selain kemampuan dalam bidang militer, Endriartono juga mampu aktif
berbahasa Inggris dan telah menyelesaikan pendidikan kesarjanaan strata I
dari Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM) Jakarta.
Endriartono mengikuti berbagai macam pendidikan militer untuk
pencapaian jenjang kariernya, antara lain Sussarcab Inf, Suslapa Inf, Seskoad, Sesko ABRI dan Lemhanas.
Pendidikan pengembangan spesialisasi pun ditempuhnya, seperti Susjurpa
Jasmil, Sus Bahasa Inggris, Air Borne, Ranger, Path Finder, Combat
Instructor Course dan Sus Danyonif.
Puncak karier militer Endriartono adalah ketika Presiden Megawati Soekarnoputri mempercayakan pucuk pimpinan TNI ke pundaknya, sebagai Panglima TNI, pada 7 Juni 2002. Sejarah kemudian mencatatkan namanya sebagai Panglima TNI yang ke-12.
Tumbangnya tatanan politik Orde Baru dan munculnya gaung reformasi
1998 menjadi titik balik sejarah TNI. TNI pun gencar melakukan reformasi
tugas, fungsi serta perannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
yang berorientasi pada aspek pertahanan dan keamanan. Perlahan-lahan
reformasi tersebut memulihkan kepercayaan rakyat terhadap TNI.
Netralitas politik TNI diuji ketika bangsa Indonesia melakukan Pemilu
2004. Kala itu banyak politisi dan parpol yang mencoba menarik TNI ke
gelanggang politik. TNI dibawah kepemimpinan Jenderal Endriartono
Sutarto menentang keras tindakan tersebut. Endriartono secara tegas dan
konsisten mencegah tangan-tangan politik untuk kembali merambah tubuh
TNI. Pemilu 2004 berlangsung aman dan tertib. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
terpilih sebagai Presiden RI pertama yang langsung dipilih rakyat.
Jenderal Endriartono berperan penting menjaga netralitas TNI dalam
Pemilu 2004.
Selama masa jabatannya, banyak beberapa kasus besar yang menonjol yang melibatkan TNI dan kebijakan pertahanan keamanan di Indonesia. Termasuk diantaranya tercapainya kesepakatan perdamaian di Aceh setelah proses panjang diplomasi di Helsinki. Endriartono, sebagai Panglima TNI kala itu, menjadi faktor penting dalam keberhasilan perdamaian Aceh di lapangan.
Bahkan atas peran penting dan integritasnya menjaga netralitas TNI,
mensukseskan operasi tsunami, menjaga perdamaian Aceh dalam masa
kritis, dan pengabdian dan dedikasinya kepada bangsa dan tanah air
tercinta, maka pada tanggal 10 November 2008 bertepatan dengan hari Pahlawan, Modernisator menganugerahinya penghargaan “Mengenang Pahlawan Masa Kini” kepadanya.[1]
Prestasi lain Endriartono selama menjabat sebagai Panglima TNI adalah
ketika melakukan reformasi struktur dan jabatan di TNI. Endriartono
mengambil keputusan untuk meletakkan harkat dan peringkat semua angkatan
untuk berada di dalam garis kesetaraan yang murni. Angkatan Darat, Laut
dan Udara adalah sejajar dan seiring dalam segala hal.
Nuansa bahwa TNI selama ini lebih sering didominasi oleh Angkatan
Darat dapat dinetralisir oleh Endriartono dengan sangat sistematis,
jelas dan tegas. Jabatan-jabatan tertentu yang tadinya hanya bisa
diduduki oleh personil Angkatan Darat, dirombak dengan menyeimbangkan
posisi jabatan sesuai dengan performa perwira TNI secara adil.
Endriartono yang saat itu merupakan Perwira Tinggi Angkatan Darat,
sangat menghargai kedudukan Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Pada era
kepemimpinan Endriartono, maka ada perwira Angkatan Udara yang
ditugaskan menjadi Asisten Logistik dijajaran Mabes TNI, ada Kasum TNI
yang sudah puluhan tahun tidak pernah dijabat oleh Perwira Angkatan
Udara, ditugaskan kembali olehnya.
Demikian pula jabatan Sekjen Dephan, yang sepanjang sejarah belum
pernah ditugaskan kepada Angkatan Udara, pada waktu itu diberikan kepada
Angkatan Udara. Disisi lain, jabatan bintang tiga dijajaran Mabes TNI
yang diwaktu-waktu terdahulu hanya di dominasi Angkatan Darat saja,
direstrukturisasi menjadi hanya tiga posisi, dan harus dijabat
masing-masing oleh Angkatan Darat, Laut dan Udara. Pada akhirnya, saat
Endriartono turun dari jabatan Panglima TNI, dia menyerahkan jabatannya
kepada Perwira Tinggi dari Angkatan Udara.
Jabatan
Daftar jabatan militer Endriartono Sutarto adalah sebagai berikut[2]:- Lulus dari AKABRI Bagian Darat (1971)
- Pejabat Eksekutif Komandan Peleton (Dantonban) A/305 Kostrad (1972 – 1975)
- Banki B/328 Kostrad (1976)
- Pejabat Eksekutif Kompi Kostrad (1975 - 1979)
- Kepala Seksi Operasi Batalyon Infanteri (Kasiops Yonif) Kostrad (1979 – 1981)
- Kepala Staf Instansi Operasi 330 Kostrad (1980)
- Guru Militer Sekolah Calon Perwira Angkatan Darat (Secapa AD) (1982 – 1984)
- Komandan Batalyon Infanteri (Danyonif) 514 Kostrad (1985 – 1987)
- Komandan Kontingen Garuda IX (1988 – 1989)
- Kepala Staf Brigade Infanteri Lintas Udara (Kasbrigif Linud) 17/1 Kostrad (1989 – 1991)
- Asisten Operasi (Asops) Kasdam Jaya (1993 – 1994)
- Komandan Resort Militer 173 Dam-VIII/Trikora (1994 - 1995)
- Kepala Staf Divisi Infanteri (Kas Divif) 1 Kostrad (1995 - 1996)
- Wakil Asisten Perencanaan Umum Panglima ABRI (Waasrenum Pangab) (1996)
- Wakil Asisten Operasi Kepala Staf AD (Waasops Kasad) (1996 - 1997)
- Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) (1997 – 1998)
- Asisten Kepala Staf Umum (Asops Kasum) ABRI (1998 - 1999)
- Komandan Sekolah Staf dan Komando (Sesko TNI) (1999 – 2000)
- Wakil Kepala Staf TNI AD (WAKASAD) (2000)
- Kepala Staf TNI AD (KASAD) (2000 - 2002)
- Panglima Tentara Nasional Indonesia (2002 - 2006)
Paska tugasnya sebagai Panglima TNI, Endriartono Sutarto terus aktif
dalam sejumlah kegiatan organisasi. Kecintaan pada kegiatan sosial dan
organisasi sudah terpupuk sejak Endriartono masih sangat muda.
Endriartono menjadi Ketua Murid Umum SMAN 2 Bandung pada tahun 1966-1967.September tahun 2010, Endriartono bergabung sebagai penasihat tim
pembela KPK. Bergabungnya Endriartono ke tim pembela KPK memunculkan
spekulasi bahwa ada orang kuat di balik upaya kriminalisasi unsur
pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi,
Bibit-Chandra. "Saya tidak mau berandai-andai. Tetapi, kalau itu
terjadi, semoga dengan saya masuk di dalamnya (Tim Pembela Bibit-
Chandra/TPBC), kalau ada orang besar di belakangnya (upaya kriminalisasi
Bibit-Chandra), akan berpikir 2-3 kali untuk melanjutkannya," kata
Endriartono, Senin (27/9).[3]
Sejak tahun 2010 hingga sekarang, Endriartono aktif sebagai Ketua Umum 7 Summits Expedition[4] Wanadri sekaligus Pembina Gerakan Indonesia Mengajar. Tidak lelah sampai di situ, sejak tahun 2011 Endriartono juga aktif sebagai Pembina Yayasan Indonesia Setara hingga sekarang.
Pengalaman memimpin angkatan bersenjata di negara dengan jumlah
penduduk terbesar keempat di dunia dan dengan puluhan ribu suku bangsa,
kecakapan Endriartono dalam penanganan konflik mendapat pengakuan
komunitas internasional. Military Dialog Center, salah satunya secara
khusus mengundang Endriartono untuk membantu Pemerintah Myanmar
menyelesaikan konflik bersenjata di negara tersebut
No comments:
Post a Comment