Dayeuhluhur
Tahun 1475 Kerajaan Daya Luhur (Dayeuh
Luhur) didirikan oleh Prabu Gagak Ngampar, putra mahkota kerajaan Sunda
(Galuh Purba) dibawah kekuasaan Raja Sri Prabu Niskala Wastu Kancanayang
bertahta selama 104 tahun, Kerajaan Daya Luhur merupakan wilayah
pemekaran Kerajaan Pasir Luhur. Prabu Gagak Ngampar memiliki Putra
Mahkota Kembar, yaitu Ki Hadeg Ciluhur dan Ki Hadeg Cisagu, keduanya
memiliki hak atas tahta kerajaan yang sama, demi keadilan Prabu Gagak
Ngampar membagi wilayah Kerajaan Daya Luhur menjadi 3 (tiga),
Daya Luhur dengan pusat pemerintahan Istana Salang Kuning di Dayeuh
Luhur, Kadipaten Majenang dipimpin Adipati Ki Hadeg Ciluhur berpusat di
istana Candi Kuning Gunung Padang Salebu Majenang, Kadipaten Penyarang
dipimpin Adipati Ki Hadeg Cisagu dengan Istana Candi Laras di Desa Kunci
Sidareja.
Demi kelangsungan Trah Kerajaaan Daya
Luhur, Putra Ki Hadeg Ciluhur dikawinkan dengan Putri Ki Hadeg Cisagu,
lahirlah seorang anak lelaki diberi nama Arsagati. Arsagati menggantikan
kakeknya menjadi raja Dayeuh Luhur kedua, Arsagati menurunkan Raksagati
menjadi raja Dayeuh Luhur ke tiga, dan raja ke empat putra Raksagati,
bernama: Harsapraja atau Reksapraja. Masa transisi dari kerajaan ke
status kadipaten Dayeuh Luhur, atas kekalahan perang melawan Kerajaan
Mataram dan tunduk dibawah kedaulatan Mataram, pimpinan kelima Daya
Luhur berstatus sebagai Adipati (Bupati) bernama Wirapraja anak dari
istri selir Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhumn Kartasura
Hadiningrat, Adipati ke enam Wiradika I putra kedua Wirapraja, adipati
ketujuh Wiradika II, menurunkan sebelas anak, anak keenam bernama
Wiradika III terlahir dari istri keturunan Kraton Kartasura (Putri
Tumenggung Wiraguna), ketika dilantik menjadi Adipati Dayeuh Luhur ke
Delapan Wiradika III bergelar Raden Tumenggung Prawiranegara, merupakan
Bupati terakhir Kadipaten Dayeuh Luhur (1831) dan wilayahnya digabungkan
dengan Kadipaten Banyumas oleh Pemerintah Kolonial Belanda, Pasca
Perang Dipanegara (1825-1830).
Ketika Kerajaan Pajang runtuh
digantikan Kerajaan Mataram (1587 - 1755) didirikan oleh Panembahan
Senapati. Pada tahun 1595 Kerajaan Mataram mengadakan ekspansi
(Perluasan wilayah), menaklukan Kerajaan Adireja di Adipala, menggempur
Kerajaan Galuh di Priangan Timur, dan menundukan Kerajaan Daya Luhur
(Dayeuh Luhur) yang dipimpin oleh raja Prabu Gagak Ngampar yang berpusat
di Istana Salang Kuning, dan memiliki wilayah dua Kadipaten , yaitu
Kadipaten Majenang yang berpusat di Istana Candi Kuning, di Gunung
Padang Desa Salebu Majenang, dengan Adipati (Bupati) Ki Hadeg Ciluhur,
serta Kadipaten Penyarang dengan Istana Candi Laras di Desa Kunci
Sidareja dibawah kekuasaan Adipati Ki Hadeg Cisagu.
Ki Hadeg Ciluhur dan Ki Hadeg Cisagu
adalah putra mahkota kembar Prabu Gagak Ngampar pendiri Kerajaan Daya
Luhur (1475 - 1831) yang diberi tanah perdikan untuk dijadikan pusat
pemerintahan dengan status Kadipaten. Istana Candi Kuning dan Istana
Candi Laras oleh Kerajaan Mataram dibawah kekuasaan Panembahan Senapati
dibumi hanguskan, Istana Candi Kuning yang memiliki Pilar Batu sepanjang
33,3 meter (33,3=9) diruntuhkan, dan dibongkar, rumah penduduk dibakar
menjadi karang abang, selama bermingu-minggu langit Majenang menjadi
abu-abu, lantaran banyaknya lebu-lebu (debu) beterbangan diangkasa,
untuk mengenang peristiwa tersebut, warga yang selamat memberi tetenger
untuk nama desa yaitu Desa Salebu Kecamatan Majenang, reruntuhan Istana
Candi Kuning, berupa batu berbagai bentuk dan ukuran mulai dari 45 X 45 X
45 Cm, hingga segi delapan, dan batu pilar bekas penyangga Istana Candi
Kuning kini menjadi “Kunci” saksi sejarah berupa BCB (Benda Cagar
Budaya), yang jumlahnya mencapai ratusan ribu batu disatu tempat,
terkuaknya “Misteri Istana Candi Kuning di Gunung Padang Majenang” yang
selama ini oleh anak cucu keturunan Trah Kerajaan (Kadipaten) Dayeuh
Luhur ditutup- tutupi dan pamali atau tabu untuk disiarkan, dan
diketahui oleh keturunannya, menyiratkan rekaman peristiwa sejarah atas
kekalahan mempertahankan kedigdayaan Kerajaan Daya Luhur dari gempuran
“Penjajah ! “ yakni Kerajaan Mataram dibawah kekuasaan Panembahan
Senapati. Sang leluhur Tatar Cilacap ini, merasa bersalah dan tidak
mampu mempertahankan kejayaan Kerajaan (Kadipaten) Daya Luhur, sebagai
pemerintahan pribumi pertama yang ada, kekalahan dan penderitaan leluhur
kita ini tersimpan rapat-rapat selama (1595 - 2008 = 413 tahun), selama
413 tahun pula Leluhur kita melalui para juru kunci (Kuncen) yang rata-
rata sudah mencapai 7 (Tujuh) Turunan, telah dengan sengaja menutup
pintu informasi, supaya anak cucu dan cicitnya tidak menyimpan dendam
kesumat, sehingga di Tatar Cilacap tercipta kondisi keamanan yang
kondusif.
Sedikitnya ada 7 (tujuh) Buku Kuna
dalam bentuk gancaran, juga berita tentang keberadaan Kerajaan Daya
Luhur (Dayeuh Luhur), seperti yang tertulis dalam buku Babad Padjadjaran
Doemagi Padja n g koleksi Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, dalam
buku tersebut Kerajaan Daya Luhur, ditulis Kerajaan Dailur.
Asai - Usul Prabu Gagak Ngampar
pendiri Kerajaan Daya Luhur (Dayeuh Luhur), Sri Prabu Niskala Wastu
Kancana adalah raja besar yang bertahta selama 104 tahun di Kerajaan
Sunda (Galuh Purba), memiliki putra mahkota bernama Banyak Catra atau
Banyak Sasra dalam pengembaraannya ke wilayah timur menuju Kerajaan
Pasir Luhur yang berpusat di Istana Taman Sari di pinggir Sungai Logawa,
Karang Lewas Purwokerto, Banyak Catra memakai nama samaran Raden
Kamandaka. Banyak Catra memiliki adik kandung bernama Gagak Ngampar atau
Banyak Ngampar juga memiliki nama samaran Silih Warni, Banyak Catra dan
Gagak Ngampar memiliki adik tiri dari istri selir sang raja, bernama:
Banyak Blabur.
Banyak Catra alias Raden Kamandaka
diangkat sebagai menantu sekaligus menggantikan kedudukan sang mertua,
Sri Baginda Maha Prabu Krendadaha, Raja kedelapan Kerajaan Pasir Luhur,
atas jasa-jasanya terhadap Kerajaan Pasir Luhur dalam Peperangan Melawan
Kerajaan Maritim Nusakambangan dibawah kebesaran Raja Pule Bahas.
Kerajaan Nusakambangan takluk ditandai dengan kematian Raja Pule Bahas,
yang ditikam dengan Tjis (Keris Kecil) oleh Lutung Kasarung yang tidak
lain adalah Raden Kamandaka, dalam perang antara Kerajaan Pasir Luhur
dengan Kerajaan Nusakambangan, peran Gagak Ngampar sangat menentukan
kemenangan karena Gagak Ngampar membantu kakaknya Raden Kamandaka,
dengan membawa satu peleton pasukan bersenjata lengkap yang menjadi
ujung tombak kekuatan. Atas kemenangan ini Raden Kamandaka dijadikan
menantu dengan mempersunting Ciptarasa, dan menggantikan Tahta sang
mertua menjadi Raja Pasir Luhur, sedangkan Gagak Ngampar diberi
kekuasaan untuk mendirikan Kerajaan Daya Luhur (1475), Kerajaan Daya
Luhur adalah wilayah pemekaran Kerajaan Pasir Luhur, dan wajib
mengirirnkan upeti setiap tahun kepada Kerajaan Induk Pasir Luhur.
Saat raja besar Sunda Sri Prabu
Niskala Wastu Kancana berniat lengser keprabon, dipanggilah ke tiga
putranya yaitu, Banyak Catra (Raden Kamandaka), Gagak Ngampar (Silih
Warni), dan Banyak Blabur yang terlahir dari istri selir. Ketiganya
menghadap sang raja lengkap dengan persyaratan, Banyak Catra diiringi
oleh 40 orang putri dari Kerajaan Pasir Luhur, Gagak Ngampar diiringi 40
orang putri dari Kerajaan Daya Luhur, dan Banyak Blabur disertai 40
putri dari Banten. Ketiganya lolos seleksi persyaratan juga tes
kedigdayaan ilmu kanuragan, giliran persyaratan akhir untuk menentukan
siapa yang akan menggantikan kedudukan Tahta Raja Sunda, menghadaplah
ibunda Banyak Blabur menuntut janji kepada sang raja Sri Prabu Niskala
Wastu Kancana, atas janjinya jika kelak melahirkan seorang anak lelaki,
akan dijadikan raja menggantikan kedudukan ayahandanya. Hasil sidang
para pengageng kerajaan Sunda dengan Raja mensyaratkan yang dapat
menggantikan tahta, adalah anak yang phisiknya utuh, tanpa cacat
sedikitpun, yang pertama dites adalah Gagak Ngampar melalui wawancara
panjang dan diagnosa phisik terdapat cacat menahun pada kepala sebelah
kiri, karena pernah retak saat perang melawan Pule Bahas, Raja
Nusakambangan. Giliran kedua Banyak Catra dalam wawancara lulus
gemilang, ketika tes phisik terdapat luka gores memanjang di lambung
kanan perut akibat tusukan Patrem (Keris kecil tanpa luk), oleh adiknya
Gagak Ngampar alias Silih Warni saat bertanding menentukan kebenaran
bahwa Banyak Catra alias Raden Kamandaka adalah prajurit dari kerajaan
Sunda, peristiwa itu terjadi diatas Watu Sinom (Batu Muda) sebesar rumah
di Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas. Karena Banyak Catra
maupun Gagak Ngampar pada badannya terdapat luka, maka pilihan terakhir
yaitu Banyak Blabur yang kedapatan secara phisik mulus, maka lulus
menggantikan kedudukan ayahnda menjadi Raja Kerajaan Sunda (Galuh
Purba), ketika “Naik Tahta" Banyak Blabur bergelar Prabu Siliwangi, dan
memindahkan pusat kerajaan Sunda ke daerah Pakwan Pajajaran (Bogor,
sekarang), dan dikemudian tahun Kerajaan Sunda lebih popular disebut
sebagai Kerajaan Pajajaran dengan raja besar Prabu Siliwangi.