Gita Wirjawan: Penyadapan Bentuk Pengkhianatan yang Dahsyat
SURABAYA, KOMPAS.com — Menteri Perdagangan Gita
Wirjawan menilai penyadapan yang dilakukan negara lain merupakan bentuk
pengkhianatan dahsyat. Pemerintah Indonesia harus menindak tegas dengan
harapan tidak akan pernah terjadi lagi terhadap Indonesia.
"Ini merupakan pengkhianatan yang dahsyat dan tinggi sehingga
perlu ditindak tegas karena bagaimanapun juga tidak terjadi lagi ke
depan," ujar Gita di Surabaya seperti dikutip Antara, Selasa (19/11/2013). Hal itu dikatakan Gita menanggapi isu penyadapan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah pejabat Pemerintah Indonesia oleh Australia.
Di samping ketegasan, menurut Gita, perlu ada perbaikan dalam
sistem untuk mencegah hal seperti ini terjadi lagi. Apalagi sebelumnya
isu serupa terjadi, tetapi bedanya dari Amerika Serikat.
Gita menjelaskan, dampak dari penyadapan ini yakni hubungan
bilateral kedua negara akan terganggu. Dampaknya, akan mengancam
stabilitas kedaulatan perekonomian yang melibatkan kedua negara.
Selaku orang nomor satu di Kementerian Perdagangan, pihaknya
mengaku sudah mengukur baik atau tidaknya jika hubungan kedua negara
terganggu. "Indonesia bersama Australia menjalin hubungan di berbagai
sektor, salah satunya pertanian dan peternakan. Ini yang harus disikapi
agar jangan sampai terganggu," ucapnya.
Peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat tersebut
menambahkan, jika terpaksa pemerintah menyikapinya dengan cara kasar,
seperti menghentikan impor sapi, maka harus dilihat dulu kesiapan dan
kekuatan sapi di dalam negeri. Tahun depan Indonesia diperkirakan
membutuhkan 3-4 juta ekor sapi.
"Semuanya harus diukur. Seperti pemikiran jika tidak impor sapi
dari Australia maka harus dikalkulasikan semuanya, termasuk bagaimana
efeknya terhadap harga. Apa cukup untuk kebutuhan nasional yang
meningkat 15 persen setiap tahunnya?" katanya.
Seperti diberitakan, Pemerintah Indonesia memanggil Duta Besar RI
dari Australia untuk menyikapi pemberitaan penyadapan telepon Presiden
SBY dan sejumlah pejabat Indonesia oleh Pemerintah Australia. Pemerintah
juga akan mengkaji ulang seluruh kerja sama yang selama ini telah
dibangun kedua negara.
Menurut laporan sejumlah media asing, badan
mata-mata Australia telah berusaha menyadap telepon Presiden SBY dan
istrinya, Ani Yudhoyono, serta sejumlah menteri dalam kabinet SBY.
Sejumlah dokumen rahasia yang dibocorkan whistleblower asal AS, Edward Snowden, yang berada di tangan Australian Broadcasting Corporation (ABC) dan harian Inggris The Guardian, menyebut nama Presiden SBY dan sembilan orang di lingkaran dalamnya sebagai target penyadapan pihak Australia.
Dokumen-dokumen itu menunjukkan bahwa badan intelijen elektronik
Australia, Defence Signals Directorate, melacak kegiatan Yudhoyono
melalui telepon selulernya selama 15 hari pada Agustus 2009, saat Kevin
Rudd dari Partai Buruh menjadi Perdana Menteri Australia.
Daftar target penyadapan juga mencakup Wakil Presiden Boediono yang
pekan lalu berada di Australia, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Juru
Bicara Presiden untuk Urusan Luar Negeri, Menteri Pertahanan, serta
Menteri Komunikasi dan Informatika.
No comments:
Post a Comment