Marzuki Alie: "Konvensi Rakyat Sulit Gandeng Parpol"
JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Marzuki Alie menilai pelaksanaan konvensi rakyat yang diusung sejumlah
tokoh rohaniwan, budayawan, dan akademisi akan sulit bersaing dalam
kontes Pemilu 2014.
Pasalnya, konvensi ini diperkirakan tidak akan mampu menarik minat parpol untuk memboyong calon presiden terkuat dari konvensi ini. "Tidak mudah bagi parpol berpikir ke sana," ujar Marzuki saat dihubungi Rabu (13/11/2013).
Partai politik, lanjut Marzuki, akan menjadi kendala berat bagi keberhasilan pelaksanaan konvensi rakyat. Menurut Marzuki, jangankan untuk menggandeng capres terkuat dari konvensi rakyat, melaksanakan konvensi sendiri pun parpol masih enggan.
"Jadi, masalah utama kita sekarang adalah parpol menjadi satu-satunya kendaraan untuk ke KPU," imbuh peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat ini.
Saat ditanyakan lebih lanjut, apakah konvensi rakyat ini bisa menenggelamkan konvensi serupa yang dilakukan Partai Demokrat, Marzuki tidak mau menjawabnya.
Seperti diberitakan, konvensi rakyat digelar oleh sejumlah tokoh masyarakat, rohaniwan, akademisi, dan budayawan. Konvensi tersebut dipimpin oleh Salahuddin Wahid alias Gus Sholah.
Menurut Gus Sholah, konvensi rakyat lebih dipercaya untuk memunculkan kader-kader terbaik bangsa. Nantinya, seluruh peserta diwajibkan mengikuti tahapan konvensi yang terdiri atas seleksi administratif dan debat publik.
Tahapan seleksi akan berlangsung 10 November-10 Desember 2013. Pada tahapan ini tidak ada batasan mengenai jumlah pendaftar. Selanjutnya, komite konvensi akan memilih enam peserta yang lolos seleksi akhir untuk mengikuti debat publik di enam kota besar.
Peserta konvensi rakyat yang ada di peringkat teratas akan diumumkan dan diusulkan ke parpol untuk diusung.
Pasalnya, konvensi ini diperkirakan tidak akan mampu menarik minat parpol untuk memboyong calon presiden terkuat dari konvensi ini. "Tidak mudah bagi parpol berpikir ke sana," ujar Marzuki saat dihubungi Rabu (13/11/2013).
Partai politik, lanjut Marzuki, akan menjadi kendala berat bagi keberhasilan pelaksanaan konvensi rakyat. Menurut Marzuki, jangankan untuk menggandeng capres terkuat dari konvensi rakyat, melaksanakan konvensi sendiri pun parpol masih enggan.
"Jadi, masalah utama kita sekarang adalah parpol menjadi satu-satunya kendaraan untuk ke KPU," imbuh peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat ini.
Saat ditanyakan lebih lanjut, apakah konvensi rakyat ini bisa menenggelamkan konvensi serupa yang dilakukan Partai Demokrat, Marzuki tidak mau menjawabnya.
Seperti diberitakan, konvensi rakyat digelar oleh sejumlah tokoh masyarakat, rohaniwan, akademisi, dan budayawan. Konvensi tersebut dipimpin oleh Salahuddin Wahid alias Gus Sholah.
Menurut Gus Sholah, konvensi rakyat lebih dipercaya untuk memunculkan kader-kader terbaik bangsa. Nantinya, seluruh peserta diwajibkan mengikuti tahapan konvensi yang terdiri atas seleksi administratif dan debat publik.
Tahapan seleksi akan berlangsung 10 November-10 Desember 2013. Pada tahapan ini tidak ada batasan mengenai jumlah pendaftar. Selanjutnya, komite konvensi akan memilih enam peserta yang lolos seleksi akhir untuk mengikuti debat publik di enam kota besar.
Peserta konvensi rakyat yang ada di peringkat teratas akan diumumkan dan diusulkan ke parpol untuk diusung.
”Dengan
meningkatnya produksi pangan, harga hasil pertanian tidak naik dan
tidak sampai membebani masyarakat miskin lainnya, maka penghasilan
petani akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan petanipun semakin
membaik.”
Hal itu dikatakan Endriartono Sutarto pada Tatap Muka dengan Petani Teladan dan Kelompok Tani se-Sumatera Selatan, awal Oktober. Menurutnya untuk memperbaiki keadaan petani, hasil produksinya harus ditingkatkan baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi. ”Misalnya hasil pertanian padi yang selama ini rata-rata 5-6 ton gabah kering panen/hektar dapat ditingkatkan menjadi 7-8 ton gabah kering panen/hektar,” tambahnya.
Berpihak pada Petani
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) periode 2002-2006 itu punya banyak gagasan untuk meningkatkan produktivitas petani. ”Tentu banyak hal yang harus kita perhatikan dan lakukan, dengan bantuan pemerintah daerah,” tambahnya.
Diantaranya adalah dengan penyediaan lahan pertanian dengan memanfaatkan lahan-lahan tidur yang masih sangat luas di banyak daerah, pembangunan infrastruktur pedesaan, bantuan akses permodalan, dan meningkatkan teknologi tepat guna bagi kebutuhan petani.
Selain itu, menurutnya pemerintah perlu banyak berpihak kepada petani yakni memberikan bantuan pengembangan bibit yang saat ini masih dimonopoli perusahaan-perusahaan besar, bantuan manajemen dan penyuluhan, menggali potensi lokal sebagai produk unggulan daerah, dan tidak kalah pentingnya adalah memotong mata rantai ”tengkulaiksme” yang sering merugikan petani.
Nilai Luhur
Selain melakukan upaya-upaya tersebut, tidak boleh dilupakan mengembangkan ”nilai-nilai” petani atau masyarakat yang tidak hanya berurusan secara ekonomi tetapi juga aspek sosial budaya. Seperti nilai-nilai gotong-royong, ulet, sabar, berkelanjutan, peka dampak lingkungan, kerukunan dan toleransi.
Untuk mengembangkan sikap kerukunan dan toleransi, karena akhir-akhir ini di berbagai daerah seringkali terjadi bentrokan antar warga, pemaksaan kehendak kelompok masyarakat tertentu kepada kelompok masyarakat lainnya dengan berbagai motif, Pembina Gerakan Indonesia Mengajar ini berpendapat karena negara ini negara hukum yang berdasarkan Pancasila, maka kita tidak boleh melakukan tindakan-tindakan anarkhis hanya karena ada perbedaan di antara kita.
”Dengan upaya yang sungguh-sungguh seperti saya sampaikan tadi, selain akan meningkatkan kesejahteraan petani dan sekaligus mengurangi masalah kemiskinan, kita juga akan mengurangi ketergantungan kebutuhan bahan pangan dari luar ngeri,” tambahnya.
Menurutnya ada peran penting petani yang kita rasakan setiap hari. Kita tidak mungkin hidup tanpa hasil garapan para petani. Kita butuh beras, sayur-mayur, daging, ikan, buah-buahan yang dihasilkan saudara-saudara kita para petani, untuk kita makan sehari-hari.
Keberpihakan Pemerintah
Karena itu Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia ini bangga bila mengingat jasa dan peran petani. Namun dia juga sangat prihatin karena kondisi kehidupan petani saat ini masih sangat memprihatinkan. Keberadaan petani semakin terpinggirkan dan semakin kehilangan akses atas sumberdaya seperti: tanah, air dan alat produksi lainnya yang merupakan sumberdaya penting bagi petani.
Dengan penghasilan kurang dari Rp. 300.000 per bulan, saudara-saudara kita yang bekerja di sektor pertanian masih tergolong kelompok miskin. Hal ini bisa kita lihat dari data bahwa lebih dari 60% penduduk miskin Indonesia berada di pedesaan yang berprofesi sebagai petani. ”Sungguh ironis, padahal Indonesia adalah negara agraris yang masih berbasis pada dunia pertanian sebagai sumber ekonomi nasional,” tambahnya.
Kalau keadaan ini terus berlanjut, tentu sangat kita sayangkan, karena Indonesia juga Sumatera Selatan memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan pertanian. ”Dengan potensi pertanian kita, saya yakin pertanian dapat berkembang dengan baik, apalagi mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah,” tukas Endriartono Sutarto. ****
- See more at: http://endriartonosutarto.web.id/2013/10/29/jenderal-endriartono-sutarto-peduli-pada-petani-dan-produksi-pangan-2.html#sthash.FPClyLjs.dpuf
Hal itu dikatakan Endriartono Sutarto pada Tatap Muka dengan Petani Teladan dan Kelompok Tani se-Sumatera Selatan, awal Oktober. Menurutnya untuk memperbaiki keadaan petani, hasil produksinya harus ditingkatkan baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi. ”Misalnya hasil pertanian padi yang selama ini rata-rata 5-6 ton gabah kering panen/hektar dapat ditingkatkan menjadi 7-8 ton gabah kering panen/hektar,” tambahnya.
Berpihak pada Petani
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) periode 2002-2006 itu punya banyak gagasan untuk meningkatkan produktivitas petani. ”Tentu banyak hal yang harus kita perhatikan dan lakukan, dengan bantuan pemerintah daerah,” tambahnya.
Diantaranya adalah dengan penyediaan lahan pertanian dengan memanfaatkan lahan-lahan tidur yang masih sangat luas di banyak daerah, pembangunan infrastruktur pedesaan, bantuan akses permodalan, dan meningkatkan teknologi tepat guna bagi kebutuhan petani.
Selain itu, menurutnya pemerintah perlu banyak berpihak kepada petani yakni memberikan bantuan pengembangan bibit yang saat ini masih dimonopoli perusahaan-perusahaan besar, bantuan manajemen dan penyuluhan, menggali potensi lokal sebagai produk unggulan daerah, dan tidak kalah pentingnya adalah memotong mata rantai ”tengkulaiksme” yang sering merugikan petani.
Nilai Luhur
Selain melakukan upaya-upaya tersebut, tidak boleh dilupakan mengembangkan ”nilai-nilai” petani atau masyarakat yang tidak hanya berurusan secara ekonomi tetapi juga aspek sosial budaya. Seperti nilai-nilai gotong-royong, ulet, sabar, berkelanjutan, peka dampak lingkungan, kerukunan dan toleransi.
Untuk mengembangkan sikap kerukunan dan toleransi, karena akhir-akhir ini di berbagai daerah seringkali terjadi bentrokan antar warga, pemaksaan kehendak kelompok masyarakat tertentu kepada kelompok masyarakat lainnya dengan berbagai motif, Pembina Gerakan Indonesia Mengajar ini berpendapat karena negara ini negara hukum yang berdasarkan Pancasila, maka kita tidak boleh melakukan tindakan-tindakan anarkhis hanya karena ada perbedaan di antara kita.
”Dengan upaya yang sungguh-sungguh seperti saya sampaikan tadi, selain akan meningkatkan kesejahteraan petani dan sekaligus mengurangi masalah kemiskinan, kita juga akan mengurangi ketergantungan kebutuhan bahan pangan dari luar ngeri,” tambahnya.
Menurutnya ada peran penting petani yang kita rasakan setiap hari. Kita tidak mungkin hidup tanpa hasil garapan para petani. Kita butuh beras, sayur-mayur, daging, ikan, buah-buahan yang dihasilkan saudara-saudara kita para petani, untuk kita makan sehari-hari.
Keberpihakan Pemerintah
Karena itu Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia ini bangga bila mengingat jasa dan peran petani. Namun dia juga sangat prihatin karena kondisi kehidupan petani saat ini masih sangat memprihatinkan. Keberadaan petani semakin terpinggirkan dan semakin kehilangan akses atas sumberdaya seperti: tanah, air dan alat produksi lainnya yang merupakan sumberdaya penting bagi petani.
Dengan penghasilan kurang dari Rp. 300.000 per bulan, saudara-saudara kita yang bekerja di sektor pertanian masih tergolong kelompok miskin. Hal ini bisa kita lihat dari data bahwa lebih dari 60% penduduk miskin Indonesia berada di pedesaan yang berprofesi sebagai petani. ”Sungguh ironis, padahal Indonesia adalah negara agraris yang masih berbasis pada dunia pertanian sebagai sumber ekonomi nasional,” tambahnya.
Kalau keadaan ini terus berlanjut, tentu sangat kita sayangkan, karena Indonesia juga Sumatera Selatan memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan pertanian. ”Dengan potensi pertanian kita, saya yakin pertanian dapat berkembang dengan baik, apalagi mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah,” tukas Endriartono Sutarto. ****
- See more at: http://endriartonosutarto.web.id/2013/10/29/jenderal-endriartono-sutarto-peduli-pada-petani-dan-produksi-pangan-2.html#sthash.FPClyLjs.dpuf
”Dengan
meningkatnya produksi pangan, harga hasil pertanian tidak naik dan
tidak sampai membebani masyarakat miskin lainnya, maka penghasilan
petani akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan petanipun semakin
membaik.”
Hal itu dikatakan Endriartono Sutarto pada Tatap Muka dengan Petani Teladan dan Kelompok Tani se-Sumatera Selatan, awal Oktober. Menurutnya untuk memperbaiki keadaan petani, hasil produksinya harus ditingkatkan baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi. ”Misalnya hasil pertanian padi yang selama ini rata-rata 5-6 ton gabah kering panen/hektar dapat ditingkatkan menjadi 7-8 ton gabah kering panen/hektar,” tambahnya.
Berpihak pada Petani
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) periode 2002-2006 itu punya banyak gagasan untuk meningkatkan produktivitas petani. ”Tentu banyak hal yang harus kita perhatikan dan lakukan, dengan bantuan pemerintah daerah,” tambahnya.
Diantaranya adalah dengan penyediaan lahan pertanian dengan memanfaatkan lahan-lahan tidur yang masih sangat luas di banyak daerah, pembangunan infrastruktur pedesaan, bantuan akses permodalan, dan meningkatkan teknologi tepat guna bagi kebutuhan petani.
Selain itu, menurutnya pemerintah perlu banyak berpihak kepada petani yakni memberikan bantuan pengembangan bibit yang saat ini masih dimonopoli perusahaan-perusahaan besar, bantuan manajemen dan penyuluhan, menggali potensi lokal sebagai produk unggulan daerah, dan tidak kalah pentingnya adalah memotong mata rantai ”tengkulaiksme” yang sering merugikan petani.
Nilai Luhur
Selain melakukan upaya-upaya tersebut, tidak boleh dilupakan mengembangkan ”nilai-nilai” petani atau masyarakat yang tidak hanya berurusan secara ekonomi tetapi juga aspek sosial budaya. Seperti nilai-nilai gotong-royong, ulet, sabar, berkelanjutan, peka dampak lingkungan, kerukunan dan toleransi.
Untuk mengembangkan sikap kerukunan dan toleransi, karena akhir-akhir ini di berbagai daerah seringkali terjadi bentrokan antar warga, pemaksaan kehendak kelompok masyarakat tertentu kepada kelompok masyarakat lainnya dengan berbagai motif, Pembina Gerakan Indonesia Mengajar ini berpendapat karena negara ini negara hukum yang berdasarkan Pancasila, maka kita tidak boleh melakukan tindakan-tindakan anarkhis hanya karena ada perbedaan di antara kita.
”Dengan upaya yang sungguh-sungguh seperti saya sampaikan tadi, selain akan meningkatkan kesejahteraan petani dan sekaligus mengurangi masalah kemiskinan, kita juga akan mengurangi ketergantungan kebutuhan bahan pangan dari luar ngeri,” tambahnya.
Menurutnya ada peran penting petani yang kita rasakan setiap hari. Kita tidak mungkin hidup tanpa hasil garapan para petani. Kita butuh beras, sayur-mayur, daging, ikan, buah-buahan yang dihasilkan saudara-saudara kita para petani, untuk kita makan sehari-hari.
Keberpihakan Pemerintah
Karena itu Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia ini bangga bila mengingat jasa dan peran petani. Namun dia juga sangat prihatin karena kondisi kehidupan petani saat ini masih sangat memprihatinkan. Keberadaan petani semakin terpinggirkan dan semakin kehilangan akses atas sumberdaya seperti: tanah, air dan alat produksi lainnya yang merupakan sumberdaya penting bagi petani.
Dengan penghasilan kurang dari Rp. 300.000 per bulan, saudara-saudara kita yang bekerja di sektor pertanian masih tergolong kelompok miskin. Hal ini bisa kita lihat dari data bahwa lebih dari 60% penduduk miskin Indonesia berada di pedesaan yang berprofesi sebagai petani. ”Sungguh ironis, padahal Indonesia adalah negara agraris yang masih berbasis pada dunia pertanian sebagai sumber ekonomi nasional,” tambahnya.
Kalau keadaan ini terus berlanjut, tentu sangat kita sayangkan, karena Indonesia juga Sumatera Selatan memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan pertanian. ”Dengan potensi pertanian kita, saya yakin pertanian dapat berkembang dengan baik, apalagi mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah,” tukas Endriartono Sutarto. ****
- See more at: http://endriartonosutarto.web.id/2013/10/29/jenderal-endriartono-sutarto-peduli-pada-petani-dan-produksi-pangan-2.html#sthash.FPClyLjs.dpuf
Hal itu dikatakan Endriartono Sutarto pada Tatap Muka dengan Petani Teladan dan Kelompok Tani se-Sumatera Selatan, awal Oktober. Menurutnya untuk memperbaiki keadaan petani, hasil produksinya harus ditingkatkan baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi. ”Misalnya hasil pertanian padi yang selama ini rata-rata 5-6 ton gabah kering panen/hektar dapat ditingkatkan menjadi 7-8 ton gabah kering panen/hektar,” tambahnya.
Berpihak pada Petani
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) periode 2002-2006 itu punya banyak gagasan untuk meningkatkan produktivitas petani. ”Tentu banyak hal yang harus kita perhatikan dan lakukan, dengan bantuan pemerintah daerah,” tambahnya.
Diantaranya adalah dengan penyediaan lahan pertanian dengan memanfaatkan lahan-lahan tidur yang masih sangat luas di banyak daerah, pembangunan infrastruktur pedesaan, bantuan akses permodalan, dan meningkatkan teknologi tepat guna bagi kebutuhan petani.
Selain itu, menurutnya pemerintah perlu banyak berpihak kepada petani yakni memberikan bantuan pengembangan bibit yang saat ini masih dimonopoli perusahaan-perusahaan besar, bantuan manajemen dan penyuluhan, menggali potensi lokal sebagai produk unggulan daerah, dan tidak kalah pentingnya adalah memotong mata rantai ”tengkulaiksme” yang sering merugikan petani.
Nilai Luhur
Selain melakukan upaya-upaya tersebut, tidak boleh dilupakan mengembangkan ”nilai-nilai” petani atau masyarakat yang tidak hanya berurusan secara ekonomi tetapi juga aspek sosial budaya. Seperti nilai-nilai gotong-royong, ulet, sabar, berkelanjutan, peka dampak lingkungan, kerukunan dan toleransi.
Untuk mengembangkan sikap kerukunan dan toleransi, karena akhir-akhir ini di berbagai daerah seringkali terjadi bentrokan antar warga, pemaksaan kehendak kelompok masyarakat tertentu kepada kelompok masyarakat lainnya dengan berbagai motif, Pembina Gerakan Indonesia Mengajar ini berpendapat karena negara ini negara hukum yang berdasarkan Pancasila, maka kita tidak boleh melakukan tindakan-tindakan anarkhis hanya karena ada perbedaan di antara kita.
”Dengan upaya yang sungguh-sungguh seperti saya sampaikan tadi, selain akan meningkatkan kesejahteraan petani dan sekaligus mengurangi masalah kemiskinan, kita juga akan mengurangi ketergantungan kebutuhan bahan pangan dari luar ngeri,” tambahnya.
Menurutnya ada peran penting petani yang kita rasakan setiap hari. Kita tidak mungkin hidup tanpa hasil garapan para petani. Kita butuh beras, sayur-mayur, daging, ikan, buah-buahan yang dihasilkan saudara-saudara kita para petani, untuk kita makan sehari-hari.
Keberpihakan Pemerintah
Karena itu Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia ini bangga bila mengingat jasa dan peran petani. Namun dia juga sangat prihatin karena kondisi kehidupan petani saat ini masih sangat memprihatinkan. Keberadaan petani semakin terpinggirkan dan semakin kehilangan akses atas sumberdaya seperti: tanah, air dan alat produksi lainnya yang merupakan sumberdaya penting bagi petani.
Dengan penghasilan kurang dari Rp. 300.000 per bulan, saudara-saudara kita yang bekerja di sektor pertanian masih tergolong kelompok miskin. Hal ini bisa kita lihat dari data bahwa lebih dari 60% penduduk miskin Indonesia berada di pedesaan yang berprofesi sebagai petani. ”Sungguh ironis, padahal Indonesia adalah negara agraris yang masih berbasis pada dunia pertanian sebagai sumber ekonomi nasional,” tambahnya.
Kalau keadaan ini terus berlanjut, tentu sangat kita sayangkan, karena Indonesia juga Sumatera Selatan memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan pertanian. ”Dengan potensi pertanian kita, saya yakin pertanian dapat berkembang dengan baik, apalagi mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah,” tukas Endriartono Sutarto. ****
- See more at: http://endriartonosutarto.web.id/2013/10/29/jenderal-endriartono-sutarto-peduli-pada-petani-dan-produksi-pangan-2.html#sthash.FPClyLjs.dpuf
”Dengan
meningkatnya produksi pangan, harga hasil pertanian tidak naik dan
tidak sampai membebani masyarakat miskin lainnya, maka penghasilan
petani akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan petanipun semakin
membaik.”
Hal itu dikatakan Endriartono Sutarto pada Tatap Muka dengan Petani Teladan dan Kelompok Tani se-Sumatera Selatan, awal Oktober. Menurutnya untuk memperbaiki keadaan petani, hasil produksinya harus ditingkatkan baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi. ”Misalnya hasil pertanian padi yang selama ini rata-rata 5-6 ton gabah kering panen/hektar dapat ditingkatkan menjadi 7-8 ton gabah kering panen/hektar,” tambahnya.
Berpihak pada Petani
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) periode 2002-2006 itu punya banyak gagasan untuk meningkatkan produktivitas petani. ”Tentu banyak hal yang harus kita perhatikan dan lakukan, dengan bantuan pemerintah daerah,” tambahnya.
Diantaranya adalah dengan penyediaan lahan pertanian dengan memanfaatkan lahan-lahan tidur yang masih sangat luas di banyak daerah, pembangunan infrastruktur pedesaan, bantuan akses permodalan, dan meningkatkan teknologi tepat guna bagi kebutuhan petani.
Selain itu, menurutnya pemerintah perlu banyak berpihak kepada petani yakni memberikan bantuan pengembangan bibit yang saat ini masih dimonopoli perusahaan-perusahaan besar, bantuan manajemen dan penyuluhan, menggali potensi lokal sebagai produk unggulan daerah, dan tidak kalah pentingnya adalah memotong mata rantai ”tengkulaiksme” yang sering merugikan petani.
Nilai Luhur
Selain melakukan upaya-upaya tersebut, tidak boleh dilupakan mengembangkan ”nilai-nilai” petani atau masyarakat yang tidak hanya berurusan secara ekonomi tetapi juga aspek sosial budaya. Seperti nilai-nilai gotong-royong, ulet, sabar, berkelanjutan, peka dampak lingkungan, kerukunan dan toleransi.
Untuk mengembangkan sikap kerukunan dan toleransi, karena akhir-akhir ini di berbagai daerah seringkali terjadi bentrokan antar warga, pemaksaan kehendak kelompok masyarakat tertentu kepada kelompok masyarakat lainnya dengan berbagai motif, Pembina Gerakan Indonesia Mengajar ini berpendapat karena negara ini negara hukum yang berdasarkan Pancasila, maka kita tidak boleh melakukan tindakan-tindakan anarkhis hanya karena ada perbedaan di antara kita.
”Dengan upaya yang sungguh-sungguh seperti saya sampaikan tadi, selain akan meningkatkan kesejahteraan petani dan sekaligus mengurangi masalah kemiskinan, kita juga akan mengurangi ketergantungan kebutuhan bahan pangan dari luar ngeri,” tambahnya.
Menurutnya ada peran penting petani yang kita rasakan setiap hari. Kita tidak mungkin hidup tanpa hasil garapan para petani. Kita butuh beras, sayur-mayur, daging, ikan, buah-buahan yang dihasilkan saudara-saudara kita para petani, untuk kita makan sehari-hari.
Keberpihakan Pemerintah
Karena itu Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia ini bangga bila mengingat jasa dan peran petani. Namun dia juga sangat prihatin karena kondisi kehidupan petani saat ini masih sangat memprihatinkan. Keberadaan petani semakin terpinggirkan dan semakin kehilangan akses atas sumberdaya seperti: tanah, air dan alat produksi lainnya yang merupakan sumberdaya penting bagi petani.
Dengan penghasilan kurang dari Rp. 300.000 per bulan, saudara-saudara kita yang bekerja di sektor pertanian masih tergolong kelompok miskin. Hal ini bisa kita lihat dari data bahwa lebih dari 60% penduduk miskin Indonesia berada di pedesaan yang berprofesi sebagai petani. ”Sungguh ironis, padahal Indonesia adalah negara agraris yang masih berbasis pada dunia pertanian sebagai sumber ekonomi nasional,” tambahnya.
Kalau keadaan ini terus berlanjut, tentu sangat kita sayangkan, karena Indonesia juga Sumatera Selatan memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan pertanian. ”Dengan potensi pertanian kita, saya yakin pertanian dapat berkembang dengan baik, apalagi mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah,” tukas Endriartono Sutarto. ****
- See more at: http://endriartonosutarto.web.id/2013/10/29/jenderal-endriartono-sutarto-peduli-pada-petani-dan-produksi-pangan-2.html#sthash.FPClyLjs.dpuf
Hal itu dikatakan Endriartono Sutarto pada Tatap Muka dengan Petani Teladan dan Kelompok Tani se-Sumatera Selatan, awal Oktober. Menurutnya untuk memperbaiki keadaan petani, hasil produksinya harus ditingkatkan baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi. ”Misalnya hasil pertanian padi yang selama ini rata-rata 5-6 ton gabah kering panen/hektar dapat ditingkatkan menjadi 7-8 ton gabah kering panen/hektar,” tambahnya.
Berpihak pada Petani
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) periode 2002-2006 itu punya banyak gagasan untuk meningkatkan produktivitas petani. ”Tentu banyak hal yang harus kita perhatikan dan lakukan, dengan bantuan pemerintah daerah,” tambahnya.
Diantaranya adalah dengan penyediaan lahan pertanian dengan memanfaatkan lahan-lahan tidur yang masih sangat luas di banyak daerah, pembangunan infrastruktur pedesaan, bantuan akses permodalan, dan meningkatkan teknologi tepat guna bagi kebutuhan petani.
Selain itu, menurutnya pemerintah perlu banyak berpihak kepada petani yakni memberikan bantuan pengembangan bibit yang saat ini masih dimonopoli perusahaan-perusahaan besar, bantuan manajemen dan penyuluhan, menggali potensi lokal sebagai produk unggulan daerah, dan tidak kalah pentingnya adalah memotong mata rantai ”tengkulaiksme” yang sering merugikan petani.
Nilai Luhur
Selain melakukan upaya-upaya tersebut, tidak boleh dilupakan mengembangkan ”nilai-nilai” petani atau masyarakat yang tidak hanya berurusan secara ekonomi tetapi juga aspek sosial budaya. Seperti nilai-nilai gotong-royong, ulet, sabar, berkelanjutan, peka dampak lingkungan, kerukunan dan toleransi.
Untuk mengembangkan sikap kerukunan dan toleransi, karena akhir-akhir ini di berbagai daerah seringkali terjadi bentrokan antar warga, pemaksaan kehendak kelompok masyarakat tertentu kepada kelompok masyarakat lainnya dengan berbagai motif, Pembina Gerakan Indonesia Mengajar ini berpendapat karena negara ini negara hukum yang berdasarkan Pancasila, maka kita tidak boleh melakukan tindakan-tindakan anarkhis hanya karena ada perbedaan di antara kita.
”Dengan upaya yang sungguh-sungguh seperti saya sampaikan tadi, selain akan meningkatkan kesejahteraan petani dan sekaligus mengurangi masalah kemiskinan, kita juga akan mengurangi ketergantungan kebutuhan bahan pangan dari luar ngeri,” tambahnya.
Menurutnya ada peran penting petani yang kita rasakan setiap hari. Kita tidak mungkin hidup tanpa hasil garapan para petani. Kita butuh beras, sayur-mayur, daging, ikan, buah-buahan yang dihasilkan saudara-saudara kita para petani, untuk kita makan sehari-hari.
Keberpihakan Pemerintah
Karena itu Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia ini bangga bila mengingat jasa dan peran petani. Namun dia juga sangat prihatin karena kondisi kehidupan petani saat ini masih sangat memprihatinkan. Keberadaan petani semakin terpinggirkan dan semakin kehilangan akses atas sumberdaya seperti: tanah, air dan alat produksi lainnya yang merupakan sumberdaya penting bagi petani.
Dengan penghasilan kurang dari Rp. 300.000 per bulan, saudara-saudara kita yang bekerja di sektor pertanian masih tergolong kelompok miskin. Hal ini bisa kita lihat dari data bahwa lebih dari 60% penduduk miskin Indonesia berada di pedesaan yang berprofesi sebagai petani. ”Sungguh ironis, padahal Indonesia adalah negara agraris yang masih berbasis pada dunia pertanian sebagai sumber ekonomi nasional,” tambahnya.
Kalau keadaan ini terus berlanjut, tentu sangat kita sayangkan, karena Indonesia juga Sumatera Selatan memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan pertanian. ”Dengan potensi pertanian kita, saya yakin pertanian dapat berkembang dengan baik, apalagi mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah,” tukas Endriartono Sutarto. ****
- See more at: http://endriartonosutarto.web.id/2013/10/29/jenderal-endriartono-sutarto-peduli-pada-petani-dan-produksi-pangan-2.html#sthash.FPClyLjs.dpuf
No comments:
Post a Comment