MEDAN,SUMUTPOS.CO - Pelaksanaan Debat Calon Presiden (Capres) Konvensi
Partai Demokrat malam kedua di Istana Maimun tak kalah menarik dengan
malam sebelumnya. Meski tanpa dihadiri Sinyo Harry Sarundajang
kemeriahan debat tetap terjaga.
Tadi malam, Anies Baswedan sedikit lebih unggul bagi khalayak karena memberikan jawaban-jawaban yang lebih logis.
Marzuki Alie tampil maju pertama dalam menjawab isu soal ekonomi yang
diajukan oleh moderator Hinca Panjaitan. Marzuki mengaku cukup bangga
melihat angka pertumbuhan ekonomi saat ini dan harus dipertahankann
Dino Patti Djalal pada kesempatan kedua menyampaikan bahwa Indonesia bisa lebih maju. Utang luar negeri saat ini sudah sangat rendah. Posisi saat ini seharusnya dapat mencapai lebih maju lagi. Setelah 2014 Indonesia harus menjadi Demokrasi kelas menengah. “Demokrasi kelas menengah diambil dari ‘wong cilik’ yang diberikan kesempatan untuk naik kelas,” katanya membuka jawaban pertama
Sedangkan Anies Baswedan menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak selalu berbicara angka. “Harus mengacu kepada kualitas dari ekonomi. Memang ada pertumbuhan ekonomi saat ini, namun hanya sebatas angka tidak menyentuh masyarakat yang mayoritas masih miskin,” jawabnya.
Dirinya akan mendorong percepatan pemerataan dengan memindahkan
kantor-kantor perusahaan milik negara di Jakarta ke daerah. “Jika saya
presiden bukan pengurangan kemiskinan namun peningkatan kesejahteraan,”
tegasnya.
Sedangkan Jenderal TNI (Purn) Endriartono Sutarto menyampaikan bahwa
pertumbuhan ekonomi memang penting, namun kalau tidak berakibat terhadap
lapangan pekerjaan sama saja tidak ada gunanya. “Harus ada efek
terhadap masyarakat luas,” ucapnya.
Pertanyaan kedua para kandidat diuji dengan pertanyaan seputar
perdagangan bebas dan globlalisasi. Dino menjelaskan bahwa Indonesia
tidak perlu takut melihat perdagangan bebas. Menurutnya, Indonesia dapat
memenangkan pertarungan dunia. “Indonesia tidak perlu takut terhadap
dunia. Indonesia perlu melihat ini sebagai sebuah kesempatan,” kata
Dino.
Lalu, apa jawaban Anies? Rektor Paramadina ini mengatakan hidup di
dunia global tetap harus memikirkan pembangunan sumber daya Indonesia.
Mengintegrasikan pembangunan sumber daya manusia dengan pembangunan
infrastruktur untuk menghadapi globalisasi. “Pembangunan pedesaan selama
ini masih sangat terbatas, sehingga pembangunan di pedesaan harus ada,”
katanya.
Sementara ketika disinggung mengenai rasa nasionalisme dan Pancasila
sebagai perekat kebangsaan. Anies Baswedan menjawab dengan lancar bahwa
penegakkan hukum setegak-tegaknya. Itu masalah utama Indonesia. “KPK,
kejaksaan, kepolisian harus diajak duduk bersama. Harus ada reformasi
total. Negara ini tidak dirancang untuk bicara minoritas dan mayoritas.
Namun hukum yang menjadi jenderalnya,” tegasnya.
Sementara Marzuki yang cukup percaya diri tadi malam menyebutkan jika
nilai-nilai dasar yang dimiliki Indonesia seperti Pancasila dihayati,
maka di Indonesia tidak akan ada korupsi. “Ingat! Indonesia tidak
didirikan oleh 1 agama, suku, bangsa. Untuk itu seharusnya pancasila
menjadi perekat bangsa,” katanya.
Di tengah acara diselingi hiburan tarian khas Melayu. Tarian sekitar
10 menit dilakukan. Perpaduan warna biru dengan gemerlap warna emas.
Lampu sorot yang terus mewarnai berbagai peserta yang hadir. Di tengah
istirahatk menuju sesi ke-2, keempat calon menyempatkan turun dari
panggung untuk menjumpai berbagai pendukungnya. Mereka menyalami satu
per satu bahkan menerima tawaran foto bersama pendukung. Waktu yang
cukup luang memang dimanfaatkan betul oleh para peserta debat kandidat
bernegara.
Para pendukung meneriakkan yel-yel seperti suporter bola. Bahkan
Marzukie Alie yang malam itu memiliki banyak pendukung datang dari kader
DPC Kader Demokrat Deliserdang sempat diarak-arak oleh pendukungnya.
Kandidat Kurang Paham Sumut
Pada sesi kedua, Hinca Panjaitan sebagai moderator menyampaikan 3 pertanyaan terkait Sumut sebagai daerah yang menjadi tempat digelarnya Debat Bernegara Konvensi Demokrat. Keempat kandidat tampaknya tidak menguasai atau memahami Sumut secara utuh.
Hal tersebut terbukti dari jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan
oleh moderator seputar bagi hasil perkebunan yang merupakan potensi
Sumut. Dana Bagi Hasil Perkebunan seperti halnya bagi hasil pertambangan
di Kalimantan selama ini. Para kandidat justru lebih memihak terhadap
lagi-lagi pemerintah pusat.
Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika, Dino Patti Djalal,
menyampaikan bahwa tuntutan masyarakat Sumut terkait bagi hasil
perkebunan sangat rasional. Namun, dirinya mengaku tidak memahami
bagaimana proses bagi hasilnya selama ini diatur. Bahkan dirinya
melemparkan dosa bagi hasil selama ini justru kepada para anggota DPR RI
yang mewakili Sumut untuk melobi pemerintah pusat.
Ketua DPR RI, Marzukie Ali menyampaikan keuntungan dari pajak tentu
selalu mengatur pembagian pemerintah pusat dan daerah. Perkebunan
menggunakan tanah yang sangat luas di daerah. Pusat harus mendistribusi
pendapatan berbagai daerah kepada daerah dalam bentuk pembangunan
infrastruktur. Pembangunan nasional juga pembangunan daerah. “Daerah
harus sadar bahwa pembangunan dari pemerintah pusat merupakan
pembangunan daerah juga. Jika pemerintah pusat memiliki banyak
pendapatan tentu daerah juga mendapatkan keuntungan. Daerah tidak boleh
mengesampingkan pemerintah pusat,” kata putra asal Sumatera Barat ini.
Endriarto bahkan mengaku tidak paham mengenai soal dana bagi hasil.
Namun, keadilan harus menjadi mencerminkan seluruh pembangunan terhadap
bangsa. “Saya tak paham teknis pembagian dana bagi hasil selama ini.
Namun yang paling penting prinsip keadilan,” ujarnya.
Anies Baswedan sedikit lebih paham. Menurutnya, ketika peraturan
pembagian bagi hasil dahulu diubah pada 1999, pembagian tidak dijelaskan
secara terperinci karena tidak memiliki parameter yang terukur.
“Harus dibuat aturan baru untuk mendukung pembangunan infrastruktur
di daerah penghasil pajak. Sehingga daerah tidak merasa dilakukan
sebagai hasil perah,” katanya.
Lalu ketika disinggung mengenai krisis energi di Sumut yang selama
ini terus terjadi. Pertanyaannya, akankah Inalum setelah kembalI ke ibu
pertiwi akan memberikan potensi untuk Sumut?
Marzuki Alie justru menjelaskan bahwa kebijakan energi nasional sangat mempengaruhi kebijakan energi daerah. Dirinya justru meminta dilakukan sebuah penyesuaian
Sementara, Endriarto menyampaikan bahwa dibutuhkan pembangkit listrik alternatif selain minyak bumi. Pembangunan pembangkit listrik harus dilakukan setiap tahun. Indonesia harus menghentikan ekspor energi.
Anis Baswedan menyatakan pengelolaan energi di Indonesia memang
bermasalah. Beberapa terobosan menurutnya dapat mengatasi persoalan
energi dengan mengandalkan pengelolaan sumber energi seperti batu bara,
gas, dan panas bumi. Namun, teknologi produksi serta pola distribusi
yang masih tradisional seperti gas yang menggunakan galon di mana biaya
distribusinya lebih mahal. Selain itu, banyaknya wilayah sumber energi
panas bumi sebagai kawasan konservasi yang sulit untuk dibangun
pembangkit listrik.
“Kita harus memunculkan penggunaan energi alternatif. Dari segi
konsumsi, kita harus galakkan efisiensi penggunaan energi. Sumber energi
terbatas, maka pola konsumsi juga harus efisien. Dan harus menjadi
gerakan efisiensi energi,” terangnya. (mag-5/mag-1/rbb)
No comments:
Post a Comment